Hadis sebagai sumber ajaran Islam
kedua setelah al Qur’an, selalu menjadi kajian yang menarik untuk dibahas baik
dalam hal otentisitas maupun kevaliditasannya, agar ia benar-benar terjaga dan
murni berasal dari perkataan, perbuatan, maupun taqrir Rasul. Oleh karena itu,
berbagai upaya dilakukan ulama, baik ulama mutaqaddimin maupun
muta’akhirin untuk mencari dan
membuktikan otentisitas dan kevaliditasannya serta melakukan upaya untuk
memahami serta menangkap maksud kandungan dari hadis tersebut
Dalam studi hadis, proses memahami
hadis lebih dikenal dengan istilah fiqh al hadis, yakni proses memahami dan
menyingkap kandungan suatu hadis dengan pemahaman yng benar, sehingga hasil
pemahaman tersebut bisa menjawab masalah dari perkembangan zaman. Dalam proses
memahami dan menyingkap makna hadis tersebut, diperlukan suatu cara dan
teknik-teknik pemahaman dan eksplorasi maksud sebuah hadis agar menghasilkan
pemahaman yang benar dan matang. Berdasarkan hal ini, para ulama syarh hadis
menggunakan beberapa metode dalam memahami makna dan kandungan hadis. Metode
tersebut dikelompokkan menjadi empat macam yaitu: Metode Tahlili, Ijmali,
Muqaran, dan Maudhu’iy.
A. Metode Pemahaman Hadis
1. Makna metode
Kata metode berasal dari bahasa
Yunani yaitu “methodos”, dalam bahasa Inggris dikenal juga dengan “method” yang
juga berarti cara[1], dan dikalangan ‘Arabiy dikenal dengan istilah “thariqah
atau manhaj”. Adapun metode dalam bahasa Indonesia berarti cara sisitematis dan
terpikir secara baik untuk mencapai sebuah tujuan. Dan metodologi adalah
pengetahuan tentang metode yang dipakai dalam suatu bidang tertentu, atau suatu
pengkajian dalam mempelajari aturan-aturan dalam metode tersebut[2].
2. Makna pemahaman
Pemahaman dalam bahasa Arab disebut
dengan قفه
yang secara bahasa berarti
“mengetahui sesuatu dan memahaminya”[3]. Kata fiqh sudah menjadi istilah yang
eklusif dipakai untuk menunjukkan salah satu disiplin ilmu keislaman. Akan
tetapi, kata fiqh yang dimaksud disini adalah kata fiqh dalam makna dasarnya.
Kata ini sebanding dengan
kata فهم yang juga bermakna
memahami. Tetapi kata yang lebih populer dipakai untuk menunjukkan pemahaman
terhadap suatu teks keagamaan dan ilmu agama tertentu adalah fiqh. Jadi,
walaupun kedua kata ini memiliki makna yang sama, namun kata fiqh lebih
menunjukkan kepada “memahami secara mendalam. Seperti kata Raghib al Ashfahani
bahwa fiqh adalah pemahaman yang sampai pada sesuatu yang abstrak[4]. Imam Ibnu
qayyim juga menyatakan bahwa kata fiqh lebih spesifik daripada kata fahm,
karena fiqh memahami maksud yang diinginkan pembicara. Oleh sebab itu, fiqh
merupakan kemampuan lebih dari sekedar memahami pembicaraan secara lafaz dalam
konteks kebahasaan[5].
Berdasarkan penjelasan di atas
dipahami bahwa metode pemahaman hadis adalah sebuah langkah atau cara yang
ditempuh dalam memahami isi kandungan sebuah hadis, sehingga pemahaman terhadap
hadis tersebut menghasilkan sebuah jawaban yang bisa menjawab tantangan dan
perkembangan zaman. Karena, istilah pemahaman dalam hadis meliputi: menjelaskan
maksud, arti, kandungan, atau pesan hadis, dan disiplin ilmu lain, setelah diketahui terlebih dahulu keberadaan
hadis tersebut[6].
B. Corak Metode Pemahaman Hadis
1. Metode Tahlily (Analitis)
a. Pengertian
Secara
etimologi kata “tahlili” berasal dari kata حلل – يحلل - تحليلا[7] yang berarti [8] فكحا ونقضها: menguraikan, menganalisis[9].
Adapun secara
terminologi metode pemahaman hadis secara tahlily adalah memahami hadis-hadis
Rasul dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut,
serta menjelaskan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan
kecenderungan dan keahlian pen-syarh yang memahami hadis-hadis tersebut.
Model
pen-syarh-an hadis dengan metode ini biasanya seorang pen-syarh dalam
menyajikan penjelasan atau komentar mengikuti sistematika hadis sesuai dengan
urutan hadis yang terdapat dalam sebuah kitab hadis yang di-syarh-nya.
Pen-syarh memulai penjelasannya dari
kalimat demi kalimat, hadis demi hadis secara berurutan. Uraian tersebut
mengandung berbagai aspek yang terdapat dalam hadis, seperti kosakata, konotasi
kalimatnya, latarbelakang turunnya hadis, kaitannya dengan hadis lain, dan
pendapat-pendapat yang beredar sekitar pemahaman hadis tersebut, baik yang
berasal dari para sahabat, tabi’in, maupun ulama hadis.
b. Ciri-Ciri Metode Tahlily
Secara umum
kitab-kitab syarh yang menggunakan metode tahlily biasanya berbentuk ma’tsur
(riwayat) atau ra’yu (pemikiran
rasional). Syarh yang berbentuk ma’tsur ditandai dengan banyaknya dominasi
riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi’in, atau ulama hadis dalam
memberikan penjelasan terhadap hadis yang di-syarh. Sementara syarh yang
berbentuk ra’yu banyak di dominasi oleh pemikiran rasional pen-syarh-nya.
Jika sebuah
kitab syarh hadis menggunakan metode syarh tahlily, dapat diketahui dengan
melihat beberapa ciri-ciri khusus yang terdapat dalam kitab tersebut, diantara
ciri-ciri tersebut ialah:
1. alam pen-syarh-an, hadis dijelaskan kata
demi kata, kalimat demi kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga
menerangkan asbab al-wurȗd dari hadis-hadis yang dipahami jika hadis tersebut
memiliki asbab al-wurȗd-nya.
2. Memaparkan dan menguraikan
pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh para sahabat, tabi’in, dan
para ahli syarh hadis lainnya dari berbagai disiplin ilmu.
3. Menjelaskan munasabah (hubungan) antara
satu hadis dengan hadis lainnya.
4. Kadangkala pen-syarh-an diwarnai dengan
kecenderungan pen-syarh pada salah satu mazhab tertentu, sehingga menimbulkan
adanya berbagai corak pen-syarah-an, seperti corak fiqhy dan corak lainnya yang
dikenal dalam bidang pemikiran Islam.
Diantara
kitab-kitab syarh hadis yang menggunakan metode syarh tahlily adalah:
1. Kitab Fath al Bȃrȋ bi Syarh Shahȋh
al-Bukhȃry oleh Ibnu Hajaral Atsqalany
2. Irsyȃd al-Sȃrȋ li Syarh Shahȋh al-Bukhȃry
oleh Al-Abbas Syihab ad Din Ahmad bin Muhammad al Qastalani.
3. Al-Kawȃkib ad-Darȃr ri fi Syarh Shahȋh
al-Bukhȃry oleh Syams ad Din Muhammad bin Yusuf bin Ali al Kirmani.
4. Syarh al-Zarqȃni ‘ala Muwatta’ al Imam
Malik oleh Muhammad bin Abd al Baqi’ bin Yusuf al-Zarqani.
d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tahlily
1. Kelebihan Metode Tahlily
Metode Syarh
Tahlili memiliki kelebihan dibanding metode syarh lainnya, kelebihan yang
dimiliki metode ini antara lain:
a. Ruang lingkup pembahasan yang sangat luas,
karena metode ini mencakup berbagai aspek pembahasan, seperti pembahasan makna
kata, kalimat, asbab wurud hadis, serta munasabah hadis dengan hadis lainnya.
b. Memuat berbagai ide dan gagasan. Syarh dengan
metode tahliliy ini memberikan kesempatan yang luas kepada pen-syarh untuk
mencurahkan ide-ide dan gagasan dalam syarh hadis. Ini menunjukkan bahwa pola
pen-syarh-an metode ini dapat menampung berbagai ide pen-syarah. Dengan
dibukanya pintu bagi pen-syarh untuk mengemukakan pemikiran-pemikiranya dalam
mensyarh hadis, maka lahirlah kitab syarh yang berjilid-jilid.
2. Kekurangan Metode Tahlily
Selain memiliki
kelebihan dibanding metode lain, ternyata metode ini juga memiliki beberapa
kekurangan. Adapun kekuarangan metode ini adalah:
a. Menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial
atau terpecah-pecah, sehingga terasa seakan-akan hadis memberikaan pedoman
secara tidak utuh dan tidak konsisten, karena syarh yang di berikan pada suatu
hadis berbeda dari syarh yang diberikan pada hadis-hadis lain yag sama, karena
kurang memperhatikan hadis-hadis lain yang mirip atau sama dengannya[10].
b. Melahirkan syarh yang subyektif.
Konsekuensi logis dari metode tahlily adalah terbuka lebarnya faktor
subjektifitas, karena metode ini tidak memberikan arahan ataupun batasan yang
jelas supaya tidak terjerumus kepada pensyarhan yang keliru. Terlebih pada
pen-syarh yang cendrung pada ra’yi, subjektifitas akan kelihatan amat kentara.
Pen-syarh-annya begitu kental diwarnai oleh aliran theology, mazhab tertentu,
dan latar belakang pen-syarh. Seperti pen-syarh-an yang dilakukan Ibnu Hajar di
atas, terkesan dipengaruhi oleh sikap subyektifnya sebagai ulama hadis tanpa
memberikan pendapat yang harus dipegang sesuai dengan data yang terdapat dalam
kitab yang di-syarh.
2. Metode
Ijmali (Global)
a. Pengertian
Ijmaliy secara etimologis berarti
global. Sehingga syarh ijmali diartikan syarh global. Secara terminologis
metode syarh ijmali adalah menjelaskan atau menerangkan hadis-hadis sesuai
dengan urutan hadis yang terdapat dalam kitab hadis yang akan di-syarh secara ringkas, tetapi dapat merepresentasikan
makna literal hadis, dengan bahasa yang mudah dimengerti dan gampang
dipahami[11]. Jika dibandingkan dengan metode tahliliy. metode ini tidak
berbeda dalam menjelaskan hadis sesuai dengan sistematika dalam kitab hadis,
namun dalam memberikan penjelasan, metode ini sangat mudah dipahami oleh
pembaca, baik dari kalangan intelek maupun orang awam, karena uraian
penjelasanya ringkas dan tidak berbelit-belit.
b. Ciri-ciri
Metode Ijmali
Adapun
ciri-ciri kitab syarh hadis yang menggunakan metode ijmali adalah:
1. Pen-syarh langsung melakukan penjelasan
hadis dari awal sampai akhir secara global tanpa perbandingan.
2. Penjelasan yang diberikan bersifat umum
dan sangat ringkas.
3. Pada hadis tetentu diberikan penjelasan
yang luas, tapi tidak seluas penjelasan dengan metode tahliiy.
Diantara
kitab-kitab syarh hadis yang menggunakan metode syarh ijmali adalah:
a. Syarh as-Suyȗhiy li as Sunan an Nasȃ’i
oleh Jalal ad Din as Suyuthi.
b. Qut al -Mughtazi ‘Ala Jami’ at Turmuzi
oleh Jalal ad Din as Suyuthi.
c. ‘Aun al Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud oleh
Muhammad bin Asyraf bin Ali Haidar as Siddiqi al ‘Azim al Abadi.
d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmali
Metode ijmali
juga mempunyai kelebihan dan kekurangan, sebagaimana halnya metode tahlili.
1. Kelebihan Metode Ijmali
Adapun
kelebihan kitab hadis yang menggunakan syarh secara ijmali adalah:
a. Paraktis dan padat. Metode ini terasa
lebih praktis dan singkat, sehingga dengan mudah dapat diserap oleh pembacanya.
b. Bahasa mudah dipahami. Pensyarh langsung
menjelaskan kata atau maksud hadis dengan tidak mengemukakan ide atau
pendapatnya , secara pribadi.
c. Bebas dari israiliyyat. Karena singkatnya
penjelasan yang diberikan, metode ijmaliy relatif lebih murni dan terbebas dari
pemikiran-pemikiran israiliyyat. Metode ini juga dapat membendung
pemikiran-pemikiran yang terlalu jauh dari pemahaman hadis.
d. Akrab dengan bahasa hadis. Uraian yang
dimuat dalam metode ini singkat dan padat.
2. Kekurangan Metode Ijmali
Diantara
kekurangan pen-syarh-an hadis yang dilakukan dengan metode ijmali ini adalah:
a. Menjadikan petunjuk hadis parsial. Metode
ini tidak mendukung pemahaman hadis secara utuh dan dapat dijadikan petunjuk
hadis bersifat parsial, tidak terkait satu dengan yang lain, sehingga hadis
yang bersifat umum atau samar tidak dapat diperjelas dengan hadis yang sifatnya
rinci.
b. Tidak ada
ruang untuk menggunakan analisis yang memadai. Metode ini tidak menyediakan
ruang yang memuaskan berkenaan dengan wacana pluralitas pemahaman suatu hadis.
Oleh karena itu, metode ijmali tidak bisa diandalkan untuk menganalisis
pemahaman secara detail.
3. Metode Muqaran (Komparatif)
a. Pengertian
Kata muqaran merupakan masdar dari kata قارن – يقارن – مقارنة[12] yang berarti perbandingan atau
komparatif[13]. Jadi, syarh muqaran secara etimologis berarti syarh
perbandingan atau pen-syarh-an yang dilakukan dengan membandingkan dua hal.
Adapun pengertian syarh muqarin secara terminologis adalah metode memahami
hadis dengan cara:
Membandingkan
hadis yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang sama, dan
atau memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama.
Membandingkan
berbagai pendapat ulama syarh dalam men-syarh hadis.
Jadi, metode
ini dalam memahami hadis tidak hanya membandingkan hadis dengan hadis lain,
tetapi juga membandingkan pendapat para ahli syarh dalam men-syarh hadis.
Metode ini
diawali dengan menjelaskan pemakaian mufradat (suku kata), urutan kata,
kemiripan redaksi. Jika yang akan diperbandingkan adalah kemiripan redaksi,
maka langkah-yang ditempuh sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi dan menghimpun hadis
yang redaksinya bermiripan
b. Memperbandingkan antara hadis yang
redaksinya mirip tersebut, yang membicarakan satu kasus yang sama, atau dua kasus
yang berbeda dalam satu redaksi yang sama.
c. Menganalisa perbedaan yang terkandung di
dalam berbagai redaksi yang mirip, baik perbedaan itu mengenai konotasi hadis
maupun redaksinya, seperti berbeda dalam menggunakan kata dan susunannya dalam
hadis, dan sebagainya.
d. Memperbandingkan antara berbagai pendapat
para pen-syarh tentang hadis yang dijadikan objek bahasan.
Diantara
kitab-kitab syarh hadis yang menggunakan metode muqaran adalah:
1. Shahȋh Muslim bi Syarh an-Nawȃwiy oleh
Imam Nawawi
2. ‘Umdah al Qȃrȋ’ Syarh Shahȋh al-Bukhȃri
oleh Badr ad Din Abu Muhammad Mahmud bin
Ahmad .
b. Ciri-Ciri Metode Muqaran
Metode ini
mempunyai beberapa ciri-ciri yang membedakannya dengan metode lainnya. Adapun
ciri-ciri dari metode ini adalah:
1. Pen-syarh menggunakan perbandingan
analisis redaksional
2. Pen-syarh menggunakan perbandingan
penilaian perawi.
3. Pen-syarh membandingkan kandungan makna
dari masing-masing hadis yang dibandingkan.
4. membandingkan berbagai hal yang yang
dibicarakan oleh hadis tersebut.
5. Pen-syarh harus meninjau berbagai aspek yang
menyebabkan timbulnya perbedaan tersebut, seperti asbab al wurud, pemakaian
kata, dan susunannya, konteks masing-masing hadis tersebut muncul dan
sebagainya. Meskipun yang dibandingakan hadis dengan hadis, pensyarh perlu pula
meninjau pendapat yang dikemukakannya berkenaan dengan hadis itu.
Ciri utama dari
metode ini adalah perbandingan, yakni membandingkan hadis dengan hadis, dan
pendapat ulama syarh dalam mensyarh hadis.
d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Muqaran
1. Kelebihan Metode Muqaran
Di antara
keungulan metode muqaran ini dari metode-metode lainnya adalah:
a. Memberikan wawasan pemahaman yang relatif
lebih luas kepada pembaca.
Dengan
melakukan pen-syarhan melalui metode ini akan terlihat bahwa suatu hadis dapat
ditinjau dari berbagai disiplin ilmu, sesuai dengan keahlian pen-syarh-nya.
Dengan demikian, terasa bahwa hadis itu tidaklah sempit, melainkan sangat luas
dan dapat menampung berbagai ide dan pendapat.
b. Membuka pintu untuk bersikap toleran.
Metode ini
membimbing kita untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang
terkadang jauh berbeda atau bahkan kontradiktif dari pendapat kita. Dengan
demikian, dapat mengurangi fanatisme yang berlebihan pada suatu mazhab atau
aliran tertentu, sehingga pembaca akan terhindar dari sikap eksrim yang dapat
merusak persatuan dan kesatuan umat. Hal ini dimungkinkan karena pen-syarh-an
dengan metode muqaran ini memberikan berbagai alternatif pemikran.
c. Pemahaman
dengan metode muqaran sangat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai
pendapat tentang sebuah hadis.
d. Pen-syarah
didorong untuk mengkaji berbagai hadis serta pendapat-pendapat para pen-syarah
lainnya.
2. Kekurangan Metode Muqaran
Di antara
kekurangan atau kelemahan metode muqaran adalah:
a. Metode ini
tidak relevan bagi pembaca tingkat pemula, karena pembahasan yang dikemukakan
terlalu luas sehingga sulit untuk menentukan pilihan.
b. Metode muqaran ini tidak dapat diandalkan
untuk menjawab problema-problema sosial yang sedang tumbuh di tengah
masyarakat. Hal ini disebabkan karena metode ini lebih mengutamakan
perbandingan dari pada pemecahan masalah.
c. Metode muqaran ini terkesan lebih banyak
menelusuri pemahaman-pemahaman yang
pernah diberikan oleh ulama dari pada mengemukakan pendapatnya sendiri
atau pendapat-pendapat baru, sehingga akan menghasilkan sintesis baru yang
belum ada sebelumnya.
e. Prosedur Penerapan Metode Muqaran
Dalam
menerapkan metode pemahaman muqaran, ada beberapa langkah sisitematis yang
dapat dilakukan sesuai dengan obek perbandingan. Di antara langkah-langkah
tersebut adalah:
a. Menginventarisir hadis-hadis yang memiliki
kemiripan redaksi dan kesamaan masalah. Langkah ini dapat dilakukan dengan
meneliti langsung ke dalam teks hadis. Di samping itu, muhaddis juga bisa
merujuk kepada kitab-kitab hadis seperti: Mu’jam al Mufahrasy li-Alfȃzh
al-Ahad-s an Nabawiyah, kitab Athrȃf al-Ahadȋs an-Nabawiyah, kitab Kunȗz
as-Sunnah, dan lain-lain.
b. Mengklasifikasikan hadis-hadis yang
memiliki kemiripan redaksi atau kesamaan
masalah. Pada tahapan kedua ini muhaddis melakukan pengelompokan hadis-hadis
yang memiliki kemiripan redaksi dalam kasus yang berbeda atau yang memiliki
kesamaan masalah, kasus atau redaksi yang berbeda, atau hanya dari perbedaan
aspek susunan (uslub) saja. Tahapan ini juga dapat dibantu dengan melacak asbab
al wurud hadis atau meneleti korelasi (munasabah) antara hadis tersebut.
c. Membandingkan atau menganalisa
hadis-hadis yang memiliki redaksi yang sama dalam kasus yang berbeda, atau
kasus yang sama dengan redaksi yang berbeda, dan perbedaan dari segi susunan,
serta membandingkan pemahaman-pemaham ulama terhadap hadis tersebut.
4. Metode Maudhȗ’î (tematik)
a. Pengertian
Secara bahasa
kata maudhu’i berasal dari kata موضوع yan merupakan isim fail dari kata wadha’a
yang artinya masalah atau pokok permasalahan.[15] Secara etimologi, kata
maudhu’i yang terdiri dari huruf و ض ع berarti meletakkan
sesuatu atau merendahkannya, sehingga kata maudhu’i merupakan lawan kata dari
al-raf’u (mengangkat).[16] Mustafa Muslim berkata bahwa yang dimaksud maudhu’i
adalah meletakkan sesuatu pada suatu tempat. Maka, yang dimaksud dengan metode
maudhu’i adalah mengumpulkan ayat-ayat yang bertebaran dalam al-Qur’an atau
hadis-hadis yang bertebaran dalam kitab-kitab hadis yang terkait dengan topik
tertentu atau tujuan tertentu kemudian disusun sesuai dengan sebab-sebab
munculnya dan pemahamannya dengan penjelasan, pengkajian dan penafsiran dalam
masalah tertentu tersebut.
Menurut
al-Farmawi, Metode maudhȗ’iy adalah mengumpulkan hadis-hadis yang terkait
dengan satu topik atau satu tujuan kemudian disusun sesuai dengan asbȃb
al-wurȗd dan pemahamannya yang disertai dengan penjelasan, pengungkapan dan
penafsiran tentang masalah tertentu. Dalam kaitannya dengan pemahaman hadis
pendekatakan tematik (maudhȗ’iy) adalah memahami makna dan menangkap maksud
yang terkandung di dalam hadis dengan cara mempelajari hadis-hadis lain yang
terkait dalam tema pembicaraan yang sama dan memperhatikan korelasi
masing-masingnya sehingga didapatkan pemahaman yang utuh.[17]
Sedangkan
Arifuddin Ahmad mengatakan bahwa metode maudhȗ’i adalah pensyarahan atau
pengkajian hadis berdasarkan tema yang dipermasalahkan, baik menyangkut aspek
ontologisnya maupun aspek epistemologis dan aksiologisnya saja atau salah satu
sub dari salah satu aspeknya”.[18] Metode maudhu’î sebagai salah salah satu
metode tidak hanya berlaku dalam pemahaman al-Qur’an melainkan juga dapat diterapkan
dalam pemahaman hadis.
Dilihat dari
sisi metodologis, metode maudhȗ’îy hadis merupakan pengembangan dari
penyelesaian ikhtilȃf al-hadȋts. Hanya saja dalam metode maudhȗ’î ini dalam
proses pemahaman kasus atau tema tertentu melibatkan semua hadis yang setema
atau berhubungan dengan hadis. Kemudian penyelesaian ikhtilȃf hadis sesuai dengan namanya, hanya pada
kasus-kasus yang memperlihatkannya perbedaan makna hadis. Sementara metode
hadis maudhȗ’î lebih luas lagi, mencakup
semua kasus yang tidak terlihat adanya ikhtilaf didalamnya.ini dilakukan untuk
menemukan makna subtansial dari setiap kasus hadis yang dibahas dan dianalisis.
Jadi metode maudhu’î hadis yaitu suatu metode menghimpun hadis-hadis shahih
yang topik pembahasanya sama. Dengan demikian, hal-hal yang syubhat dapat di
jelaskan dengan hal-hal yang muhkam. Hal-hal yang mutlaq dapat di batasi dengan
hal yang muqqayad (terikat) dan hal-hal yang bermakna umum dapat ditafsirkan
oleh hal-hal yang bermakna khusus , sehingga makna yang di maksud oleh subjek
tersebut menjadi jelas dan tidak bertentangan.
Dengan
demikian, dalam metode tematik ini diperlukan usaha mencari hadis-hadis lain
yang terkait, semakin banyak hadis yang terkait ditemukan , maka peluang untuk
mendapatkan pemahaman yang komprehensif penjelasan Rasul tentang suatu
persoalan akan semakin tinggi.[19]
b.Ciri-ciri
metode maudhȗ’iy
a. Menghimpun
hadis-hadis yang membicarakan satu topik tertentu atau permasalahan tertentu
b. Memahami makna dari masing-masing hadis
c. Memahami hadis secara komprehensif dengan
menggunakan pendekatan tematik.
Berdasarkan
penjelasan di atas, metode tematik ini
harus memenuhi beberapa unsur yaitu:
1. Menentukan topik atau judul yang akan dikaji
2. Mengumpulkan hadis-hadis yang terkait dengan
topik yang telah ditentukan
3. Melakukan
pensyarahan atau pengkajian sesuai dengan tema
4. Memilih
salah satu atau seluruh aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis yang
terkait dengan tema.
Sedangkan langkah-langkah pengkajian
hadis dengan metode tematik ini antara lain dapat dilakukan dengan:
1. Menentukan tema atau masalah yang akan
dibahas
2 2. Menghimpun atau mengumpulkan data
hadis-hadis yang terkait dalam satu tema, baik secara lafaz maupun secara makna melalui kegiatan
takhrȋj al-hadȋts
3. Melakukan kategorisasi berdasarkan
kandungan hadis dengan memperhatikan kemungkinan perbedaan peristiwa wurud-nya
hadis (tanawwu’) dan perbedaan periwayatan hadis.
4.
Melakukan kegiatan i’tibar dengan melengkapi seluruh sanad
5.
Melakukan penelitian sanad yang meliputi penelitian kualitas pribadi
perawi, kapasitas intelektualnya dan metode periwayatan yang digunakan.
6 6. Melakukan
penelitian matan yan meliputi kemungkinan adanya ‘illat (cacat) dan syȃdz
(kejanggalan).
7. Mempelajari term-term yang mengandung
arti serupa
8.
Membandingkan berbagai syarah hadis
9 9.
Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis atau ayat-ayat pendukung
10. Menyusun hasil penelitian menurut
kerangka besar konsep.
11.
Menarik kesimpulan dengan argumentasi ilmiah.[20]
c.Kelebihan
metode maudhȗ’îy
a. Sebagai di
maklumi, hadis-hadis yang banyak dalam setiap kasus,sebagai dampak riwayat
dengan makna atau cara rekam sahabat yang berbeda ataupun boleh jadi akibat
penyampaian hadis yang berulang oleh Rasulullah. Memperlihatkan keragaman lafal atau
redaksi-redaksi yang beragam, meskipun dari satu sisi merupakan pencetus
kerumitan pemahaman,tetapi pada sisi lain merupakan kekayaan informasi yang
memungkinkan para analisis untuk dapat melihat hadis dari segala sisi yang
dimungkinkan oleh varian data. Ada hadis tertentu dalam kasus tertentu dan
dalam riwayat tertentu memperlihatkan teks yang pendek. Sementara dalam riwayat
lain dan kasus yang sama menampakan teks yang panjang. Kadangkala satu hadis
oleh periwayatnya ikut merekam latarbelakang sejarah atau asbȃb wurȗd
al-hadȋts, sementara pada hadis yang lain tidak di temukan tambahan informasi
seperti itu. Dengan mempertimbangkan semua hadis yang ada dalam satu kasus,
antara satu dan hadis lain dapat mendukung, tidak saja dalam penguatan sumber
(kesahihan hadis) melainkan juga dalam kejelasan makna.
b. Dengan
pelibatan semua hadis dalam kasus tertentu, para analisis dengan pendekatan
induktif dapat menemukan makna jami’ atau kully dari sejumlah hadis. Dalam
pembahasan hadis jami’ di jelaskan bahwa dalam hadis tertentu terdapat lafal
yang bermakna jami’. Lafal yang benuansa jami’ dapat menjadi primis mayor dan
dengan pendekatan deduktif di kembangkan kepada kasus-kasus yang berhubungan, seperti
yang terlihat pada hadis khamar.
c. Membuat
pemahaman menjadi utuh. Dengan ditetapkannya judul-judul pembahasan yang akan
dibahas, membuat pembahasan itu sempurna dan utuh, maksudnya penampilan tema
suatu masalah serara utuh tidak terpisah-pisah bisa menjadi tolak ukur untuk
mengetahui pandangan-pandangan hadis tentang suatu masalah.
d. Kekurangan
metode maudhȗ’iy
a. Memenggal
hadis, maksudnya adalah metode ini mengambil satu kasus di dalam satu hadis
atau lebih yang mengandung berbagai permasalahan.
b. Membatasi
pembahasan hadis, dengan adanya penetapan judul di dalam pemahaman hadis, maka
dengan sendirinya berarti membuat suatu permasalahan menjadi terbatas (sesuai
dengan topiknya).
Demikianlah
empat corak metode pemahaman hadis yang telah dipersembahkan ulama kepada kita,
meskipun demikian hal tersebut bukanlah sesuatu yang final, karena kajian dan
telaah hadis tetap sangat diperlukan dalam upaya memahami dan menangkap makna
kandungan hadis secara komprehensif, sehingga hadis selalu terbuka untuk dapat
dikaji dengan berbagai pendekatan dan metode baru sehingga nilai ruhiyah hadis
Rasulullah selalu menjadi pencerah dan
pedoman bagi umat manusia. Jadi, tidak menutup kemungkinan akan terlahirnya
beberapa metode baru setelah ini seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan,
karena hadis merupakan sumber pokok kedua hukum Islam setelah al Qur’an yang
tak lepas dari berbagai kajian dan penelitian. Wallâhul musta’ân, wa huwa
‘A’lam bi as Shawâb..
Padang, 05
April 2014
[1] William
Kahelay, Kamus Lengkap Praktis 100 Juta. (Surabaya: Fajar Mulya, tth), h. 160
[2] Tim Prima
Pena, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. (Ttp: Gitamedia Press), h. 448
[3] Maizuddin,
Metodologi Pemahaman Hadis. (Padang:
hayfa Press, 2008), h. 13
[4] Ibid, h. 14
[5] Ibid
[6] Maksudnya
adalah setelah diketahui hadis tersebut maqbul atau tidaknya, karena pembahasan
mengenai pemahaman hadis ini adalah lanjutan dari kajian sanad hadis. jika
hadis tersebut maqbul ,maka dilanjutkan dengan pembahasan bagaimana memahami
isi kandungan hadis tersebut.
[7] Ibnu
Manzhur, Lisȃn al ‘Arab. (Cairo: Dar al Ma’arif, 1119), h. 978
[8] Ibid, lihat juga, Mu’jam al Wajȋz. (Kairo:
Jumhuriyah Mishr al ‘Arabiyah, 2003), h. 168
[9] Rusydi AM,
‘Ulum al Qur’an II. (Yayasan Azka Padang: IAIN IB Press, 2004), h. 74
[10] Rusydi AM.
Op. Cit., h. 80
[11] Pengertian
diambil dari metode pemahaman tafsir ijmali.
[12] Mu’jam al
Wajȋz. (Kairo: Jumhuriyah Mishr al ‘Arabiyah, 2003), h. 168
[13] Rusydi AM,
Op. Cit, H. 88
[14]
Langkah-langkah ini diambil dari pemahaman terhadap metode tafsir muqaran, dan
disesuaikan dengan metode pemahaman hadis muqaran.
[15] Ahmad
Warson Munawwir,al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia,(Surabaya : Pustaka
Progressif, 1997), h. 1565
[16] Abu
al-Husain Ahmad ibn Fahris ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lugah , (Bairut: Dar
al-Fikr, tth.), juz. 2 h. 218.
[17] Maizuddin,
Op. Cit., h. 113
[18] Arifuddin
Ahmad, Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis , (Makassar: Rapat Senat Luar
Biasa UIN Alauddin Makassar) h. 4.
[19] Maizuddin,
Op. Cit
[20] Muhammad
Yusuf, Metode & Aplikasi Pemaknaan Hadis, ( Yogyakarta: Sukses Offset,
2008), h. 27-29
Desri Nengsih
di 04.57
Berbagi
‹
›
Beranda
Lihat versi web
About Me
Foto Saya
Desri
Nengsih
Lihat profil
lengkapku
Diberdayakan
oleh Blogger.
0 Response to "MAKALAH CORAK PEMAHAMAN HADIST"
Post a Comment