MAKALAH
THAHARAH 2 (Mandi dan Tayamum)
Di susun guna untuk memenuhi tugas
kuliah
Mata kuliah: Fiqih Ibadah
Dosen pengampu:
Di susun oleh:
Tahun Akademik 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bersuci
merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan dengan
ibadah. Sholat dan haji misalnya, tanpa bersuci orang yang hadast tidak dapat
menunaikan ibadah tersebut.
Banyak
orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci memiliki tata cara atau
aturan yang harus di penuh, tidak akan sah bersucinya dan secara otomatis
ibadah yang di kerjakan tidak sah. Terkadang ada problema ketika orang itu
tidak menemukan air, maka islam mempermudahkan orang tersebut untuk tayamum
sebagai ganti dari mandi, yang mana alat bersucinya dengan menggunakaan debu.
Tetapi
bagaimana jika ada orang yang tidak menemukan kedua alat bersuci? Lalu
bagaimana orang tersebut bersuci? Tidak hanya orang yang tidak menemukan kedua
alat bersuci, yang dalam istilah fiqihnya disebut dengan faaqiduth
thohuuroini. Bagaimanaa bersuci yang benar bagi orang yang sakit?
Pertanyaan-pertanyaan
diatas mungkin kita sering jumpai di kalangan masyarakat, dan bukan tidak
mungkin kita pun akan mengalaminya. Tanpa adanya kajian khusus tentang hal-hal
di atas bukan tidak mungkin kita sebagai Mahasiswa Sekolah Tinggi Islam
berbasis Pesantren tidak dapat menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Untuk itu,
pada makalah ini penulis membahas tentang Thaharah (Mandi dan Tayamum).
B.
Rumusan Masalah
Mengacu
pada latar belakang diatas, kami akan mencoba merumuskan beberapa masalah yang
akaan dibahas, diantaranya:
1.
Apa
yang di maksud dengan mandi?
2.
Apa
yang di maksud dengan tayamum?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan mandi.
2.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan tayamum.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
MANDI
A.
Pengertian
mandi
Menurut
bahasa, mandi adalah mengalirkan air pada sesuatu. Sedangkan menurut istilah
syara’, mandi adalah mengalirkan air keseluruh anggota tubuh dengan diniati
mandi. Mandi tidak wajib dilakukan dengan spontan, sekalipun penyebab
kewajibannya dikerjakan sebagai pendurhakaanya. Berbeda halnya dengan mencuci
najis yang mengenai sebagai akibat pendurhakaanya (ma’siat)[1].
وَ إِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْا –) المائدة 6(
“Apabila kamu junub, hendaklah
bersuci”
B. Sebab-sebab wajib mandi
Sebab-sebab mandi ada enam, tiga di antaranya biasa
terjadi pada laki-laki dan perempuan, dan tiga lagi tertentu (khusus) pada
perempuan saja.
1. Bersetubuh, keluar mani ataupun tidak.
2. Keluar mani, baik keluarnya sebab bermimpi
atau sebab lain dengan sengaja atau tidak, dengan berbuatan sendiri atu bukan.
3. Mati, orang islam yang mati, fardlu kifayah
atas muslimin yang hidup memandikannya, terkecuali orang yang mati syahid.
4. Haidh, apabila seorang perempuan telah
berhenti dari kain kotor, ia wajib mandi agar ia dapan sholat dan dapat campur
dengan suaminya. Juga dengan mandi itu badanya dapat segar dan sehat.
5. Nifas, yang dinamakan nifas ialah darah
yang keluar dari kemaluan perempuan sesudah melahirkan anak. Darah itu darah
haidh yang berkumpul tidak keluar sewaktu perempuan itu mengandung.
6. Melahirkan, baik anak itu cukup umur
ataupun tidak, seperti keguguran[2].
C. Fardhu mandi
1. Niat. Orang yang junub hendaklah berniat
(menyengaja) menghilangkan hadast junubnya, perempuan yang baru selesai haidh,
hendaklah berniat mnghilangkan hadats kotoranya dan seterusnya.
2. Menyampaikan air keseluruh tubuh[3].
D. Sunah-suanah mandi
1. Diawali dengan basmalah
2. Membuang kotoran badan
3. Kencing sebelum mandi
4. Berwudlu
5. Tidak menanggung hadats selama mandi
6. Bersungguh-sungguh dalam membasuh anggota
7. Mengulangi semua basuhan tiga kali
8. Menghadap kiblat, sambung-menyambung, tidak
berbicara yang tak perlu, tidak menyeka air mandi.
9. Berdo’a sesudah mandi
10. Menggunakkan air yang mengalir[4].
E. Mandi sunah
1. Mandi sholat Jumat, bagi orang yang
bermaksud akan mengerjakan sholat Jumat,
agar baunya yang busuk tidak mengganggu orang di sekitar duduknya.
2. Mandi pada dua Hari Raya.
3. Mandi orang gila, apabila ia sembuh dari
gilanya, karena ada sangkaan (kemungkinan) ia keluar mani.
4. Mandi ketika hendak ihram haji atau umrah.
5. Mandi sehabis memandikan mayat.
6. Mandi seorang kafir setelah memeluk agama
islam, karena beberapa orang sahabat ketika masuk islam, mereka disuruh mandi
oleh Nabi.
F. Hikmah mandi
Dari
pensyariatan mandi ini dapat di petik beberapa hikmah, diantaranya:
a) Dapat mendekatkan diri kepada allah, sebab
mandi adalah ibadah dan setelah itupun seseorang dapat menjalankan ibadah
seperti Sholat, membaca Al-Quran dan sebagainya.
b) Dapat menyegarkan badan dan memulihkan
kekuatan yang dapat pula berpengaruh pada kesegaran jiwa. Karena iitu dalam
pratek penyembuhan penyakit, ketagihan “Narkoba” ada yang menggunakan cara
memandikan pasien.
c) Membangkitkan kepercayaan diri dan membuka
peluang persahabatan. Sebab orang yang sudah mandi akan merasa tidak mengganggu
ketenangan orang lain.
2. TAYAMMUM
A. Pengertian tayammum
Tayamum
adalah mengusap tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa
syarat. Tayamum merupakan pengganti wudhu atau mandi, sebagai rukhshah
(keringanan) untuk oorang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan
(udzur):
1. Udzur karena sakit. Kalau ia memakai air,
bertambah sakitnya atau lambat sembuhnya, menurut keterangan dokter atau dukun
yang telah berpengalaman tentang penyakit serupa itu.
2. Karena dalam perjalanan.
3. Karena tidak ada air.
Firman Allah swt.:
وَإِنْ كُنْتُمْ مَّرْضَى اَوْ عَلَى سَفَرٍ
اَوْجَآءَ اَحَدٌ مِنْكُمْ مِّنَ الغَآئِطِ اَوْلَمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوْا
مَآءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيْبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكثمْ وَاَيْدِيْكُمْ
مِّنْهَا – )المائدة 6(
“Dan apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau
kembali dari tempat buang air, atau bersentuh dengan perempuan, lalu kamu tidak
mendapat air, maka hendaklah kamu tayammum dengan tanah suci. Sapulah tanganmu
dan kedua tanganmu dengan tanahh tersebut,” (Al-Maidah: 6)
B. Syarat tayammum
1. Sudah masuk waktu sholat. Tayammum
disyari’atkan untuk orang terpaksa. Sebelum masuk waktu sholat ia belum
terpaksa, sebab sholat belum wajib atasnya ketika itu.
2. Sudah diusahakan mencari air tetaopi tidak
dapat, waktu sudah masuk. Alasan ayat tersebut di atas. Kita disuruh tayammum
bila air tidak ada. Sesudah dicari dan kita yakin air tidak ada, terkecuali
orang yang sakit yang tidak diperbolehkan memakai air, atau ia yakin tidak ada
air di sekitar itu, maka mencari air tidak menjadi syarat baginya.
3. Dengan tanah suci dan berdebu. Menurut imam
syafi’i tidak sah taayammum melainkan dengan tanah. Menurut pendapat imam yang
lain boleh (sah) tayammum dengan tanah, pasir, atau batu. Dalil pendapat yang kedua ini:
جُعِلَتْ لِى الأَرْضُ طَيِّبَةً وَطَهُوْرًا وَمَسْجِدًا. متفق عليه.
“telah
dijadiikan bagiku bumi yang baik, menyucikan, dan tempat sujud.” (Sepakat ahli
hadist)
Perkataan “bumi” termasuk juga tanah, pasir, dan batu.
4.
Menghilangkan
najis. Berarti sebelum melakukan tayammum, hendaklah ia bersih dari najis, menurut pendapat sebagian ulama,tetapi
menurut pendapaat yang lain tidak.
C. Rukun tayammum
1. Niat. Hendaklah seseorang yang akan
melakukan tayammum berniat hendak mengerjakan sholatdan sebagainya,bukan
semata-mata untuk menghilangkan hadats saja, karena sifat tayammum tidak dapat
menghilangkan hadats, hanya diperbolehkan melakukan sholat karena darurat.
Keterangan bahwa niat tayammum wajib hukumnya ialah hadis yang mewajibkan niaat
wudhu yang lalu.
2. Mengusap muka dengan tanah.
3. Mengusap kedua tangan sampai ke siku dengan
tanah.
4. Tertib.
D. Beberapa masalah yang bersangkutan dengan
tayammum
1. Oranng yang tayaammum karena tidak ada air,
tidak wajib mengulangi sholatnya apabila mendapat air. Alasannya ialah ayat
tayammum di atas. Tetapi oraang yang tayammum sebab junub, apabila mendapat
air, ia wajib mandi bila ia henndak mmengerjakan sholat berikutnya, karena
tayammum tidak mengangkatkan (menghilangkan) hadats hanya boleh karena darurat.
2. Satu kali tayammum boleh dipakai untuk
beberapa kali sholat, baik sholat fadhu maupun sholat sunnah. Kekuatanya sama
dengan wudhu, karena tayammum itu adalah pengganti wudhu bagi orang yang tidak
dapat memakai air. Jadi hukumnya sama dengan wudhu. Demikian pendapat sebagian
ulama. Yang lain berpendapat bahwa satu kali tayammum hanya sah buat satu kali
sholat fardhu dan beberapa sholat sunnah, tetapi golongan ini tidak dapat
memberikan dalil yang kuat atas pendapat mereka.
3. Boleh tayammum sebab luka atau hari sangat
dingin, karena luka itu termasuk dalam arti sakit. Demikian juga bila memakai
air ketika hari sangat dingin, mungkin menyebabkan jadi sakit[5].
E. Sunnah tayammum
1. Membaca bismillah.
2. Mendahulukan anggota tangan kanan mengakhirkan anggota tangan
kiri.
3. Berulang-ulang.
F. Hal-hal yang membatalkan tayaammum
1. Tiap-tiap perkara yang membatalkan wudhu.
2. Melihat air ada di selain waktu sholat.
3. Murtad.[6]
G. Hikmah tayamum
Tayammum
merupakan cara pengganti bersuci untuk menghilangkan hadats. Cara ini tidak
menggunakan air sebagaimana lazimnya bersuci, tetapi menggunakan debu atau
tanah. Disini dapat dimaklumi bahawa tanah dijadikan pengganti air sesuci dari
hadats, sebab hadats padaa hakekatnya najis hukmi. Karena itu dapat dikaji
beberapa hikmah tayammum, diantaranya:
a) Memudahkan umat islam karena debuatau tanah
mudah didapatkan, sehingga ajaran islam ini tidak membberatkan pemeluknya.
b) Untuk menginget asal mula manusia, yaitu
dari tanah, sehingga tidak patut berlaku sombong karena juga nanti akan kembali
ke tanah.
c) Mengajarkan kedisiplinan dalam melakukan
peraturan.
BAB III
KESIMPULAN
Menurut bahasa, mandi adalah
mengalirkan air pada sesuatu. Sedangkan menurut istilah syara’, mandi adalah
mengalirkan air keseluruh anggota tubuh dengan diniati mandi. Mandi tidak wajib
dilakukan dengan spontan, sekalipun penyebab kewajibannya dikerjakan sebagai
pendurhakaanya. Berbeda halnya dengan mencuci najis yang mengenai sebagai
akibat pendurhakaanya (ma’siat).
Tayamum
adalah mengusap tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa
syarat. Tayamum merupakan pengganti wudhu atau mandi, sebagai rukhshah
(keringanan) untuk oorang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan
(udzur)
DAFTAR
PUSTAKA
Rasyid, H. Sulaiman.
1992. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru.
Abu syuja’ ahmad bin husain bin ahmad
al-ashfihan.ghoyah wa taqrib.Tuban: Bangilan
As’ad, Drs.
H. Aliy. 1980. Fathul mu’in. Kudus:
Menara Kudus.
[1] Drs. H.
Aliy As’ad, Fathul mu’in (Kudus: Menara Kudus, 1980), hlm. 60
[2] H.
Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru, 1992), hlm. 47-49
[3] H.
Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru, 1992), hlm. 49
[4] Drs. H.
Aliy As’ad, Fathul mu’in (Kudus: Menara Kudus, 1980), hlm. 66-69
[5] H.
Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru, 1992), hlm. 51-53
[6] Abu
syuja’ ahmad bin husain bin ahmad al-ashfihan (Tuban: Bangilan), hlm. 11-12
0 Response to "MAKALAH FIQIH IBADAH; THAHARAH (MANDI DAN TAYAMUM)"
Post a Comment