A
. Latar
belakang
Ada
orang yang berkata, bahwa orang harus berfilsafat, untuk mengetahui apa yang
disebut filsafat itu. Mungkin ini benar, hanya kesulitannya ialah: bagaimana ia
tahu, bahwa ia berfilsafat? Mungkin ia mengira sudah berfilsafat dan mengira
tahu pula apa filsafat itu, akan tetapi sebenarnya tidak berfilsafat, jadi
kelirulah ia dan dengan sendirinya salah pula sangkanya tentang filsafat itu.
Tak
dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat
modern, dan kemudian dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, munculnya
berbagai aliran pemikiran, yaitu: Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme,
Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materalisme, Neo-Kantianisme,
Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.
Namun didalam pembahasan kali ini yang akan dibahas aliran Empirisme (Francius
Bacon, Thomas Hobbes. John lecke David Hume).
Filsafat
pada zaman modern lahir karena adanya upaya keluar dari kekangan pemikiran kaum
agamawan di zaman skolastik. Salah satu orang yang berjasa dalam membangun
landasan pemikiran baru di dunia barat adalah Rene Descartes. Descartes
menawarkan sebuah prosedur yang disebut keraguan metodis universal dimana
keraguan ini bukan menunjuk kepada kebingungan yang berkepanjangan, tetapi akan
berakhir ketika lahir kesadaran akan eksisitensi diri yang dia katakan dengan
cogito ergo sum (saya berpikir, maka saya ada). Teori pengetahuan yang
dikembangkan Rene Descartes ini dikenal dengan nama rasionalosme karena alur
pikir yang dikemukakan Rene Descartes bermuara kepada kekuatan rasio (akal)
manusia. Sebagai reaksi dari pemikiran rasionalisme Descartes inilah muncul
para filosof yang berkembang kemudian yang bertolak belakang dengan Descartes
yang menganggap bahwa pengetahuan itu bersumber pada pengalaman. Mereka inilah
yang disebut sebagai kaum empirisme, di antaranya yaitu John Locke, Thomas
Hobbes, George Barkeley, dan David Hume. Dalam makalah ini tidak akan membahas
semua tokoh empirisme, akan tetapi akan dibahas empirisme David Hume yang
dianggap sebagai puncak empirisme.[1]
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian
singkat dalam latar belakang, pemakalah mengajukan permaslahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan empirisme beserta konstruksinya?
2. Bagaimanakah pemikiran David Home tentang empirisme?
3. Bagaimanakah telaah kritis kita atas pemikiran filsafat
empirisme?
BAB II
PEMBAHASAN
- Kajian Filsafat Empirisme
Dalam ilmu
pengetahuan yang paling berguna, pasti dan benar itu deperoleh orang melalui
inderanya. Empirislah yang memegang peranan amat penting bagi pengetahuan,
malahan barangkali satu-satunya dasar pendapat di atas itu disebut empirisme..
- Pengertian Empirisme
Beberapa pemahaman
tentang pengertian empirisme cukup beragam, namun intinya adalah pengalaman.
Di antara pemahaman tersebut antara lain:
Empirisme
adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan
berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah
membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di
Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John
Locke.
Empirisme secara
etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience.
Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria)
yang berarti pengalaman.[2]
Sementara menurut A.R. Lacey berdasarkan akar
katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa
pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman
yang menggunakan indera.[3]
Empirisme adalah faham filsafat
yang mengajarkan bahwa benar adalah yang logis dan ada bukti empiris. Menurut empirisme yang benar adalah anak panah
bergerak sebab secara empiris dapat dibutktikan bahwa anak panah itu bergerak.
Coba saja perut anda menghadang anak panah itu perut anda akan tembus, benda
yang tembus sesuatu haruslah benda yang bergerak.
Selanjutnya
secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme, di
antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam
pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, dan bukan akal.[4]
Menurut aliran ini adalah tidak mungkin untuk mencari pengetahuan mutlak dan
mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat kekuatan yang dapat
dikuasai untuk meningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih
lambat namun lebih dapat diandalkan.
Kaum empiris
cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai
peluang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak tidak akan pernah dapat
dijamin. Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat
diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang
empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “tunjukkan hal itu
kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh
pengalamannya sendiri. Jika kita mengatakan kepada dia bahwa seekor harimau di
kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menjelaskan bagaimana kita dapat
sampai kepada kesimpulan tersebut. Jika kemudian kita mengatakan bahwa kita
melihat harimau tersebut di dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau
mendengar laporan mengenai pengalaman kita, namun dia hanya akan menerima hal
tersebut jika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan,
dengan jalan melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.
- Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu:
a. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan
abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
b. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
c. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada
data inderawi.
d. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di
simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran
definisional logika dan matematika).
e. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan
tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca
indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di
peroleh dari pengalaman.
f. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa
pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.[5]
- Beberapa Jenis Empirisme
1) Empirio-Kritisisme
Disebut
juga Machisme. Sebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik.
Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin
“membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan,
kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran
ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau
sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai
kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi,
karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti
metafisik.
2) Empirisme Logis
Analisis
logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan
ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut:
a) Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika
formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu
pada pengalaman.
b) Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan
(direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang
lebih merupakan data indera yang ada seketika
c) Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang
terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.[6]
3) Empiris Radikal
Suatu
aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada
pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap
bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan
melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada
pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya
dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable).
Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai
pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan
begitu tak ada dasar untuk keraguan. Dalam situasi semacam ini, kita tidak
hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin.
Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti
karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan
bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.[7]
Metode
filsafat ini butuh dukungan metode filsafat lainnya supaya ia lebih berkembang
secara ilmiah. Karena ada kelemahan-kelemahan yang hanya bisa ditutupi oleh
metode filsafat lainnya. Perkawinan antara Rasionalisme dengan Empirisme ini
dapat digambarkan dalam metode ilmiah dengan langkah-langkah berupa perumusan
masalah, penyusunan kerangka berpikir, penyusunan hipotesis, pengujian
hipotesis dan penarikan kesimpulan.
- Tokoh-Tokoh Empirisme
Aliran
empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1561-1626) dan Thomas Hobes (1588-1679),
namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke (1632-1704)
Berkeley (1685-1753) dan David Hume (1711-1776).[8]
Pada
pembahasan ini akan kita fokuskan pada pemikiran Hume yang dianggap merupakan
pemikiran puncak dari aliran empirisme.
- Pemikiran David Hume (1711-1776)
Biografi
David Hume.
Hume seorang Skot,
lahir didekat kota Edinburgh Inggris tahun 1711. Ia pernah mengajar di
Universitas, barangkali juga karena ia dianggap ateis sehingga tidak akan
diterima sebagian profesor. Ia banyak berkeliling di Eropa terutama di
Perancis. Buku yang ia tulis ketika berumur duapuluh tahunan adalah Kretise
Of Human Nature (1739), namun tidak banyak menarik perhatian orang. Waktu
mudanya ia juga berpolitik tetapi tak terlalu mendapat sukses, kemudian ia
beralih menjadi sejarawan. Pada tahun 1948 ia menulis buku yang sangat
terkenal, An Enquiry Concerring the Princeiples of Morals (1751). Hume
meninggal pada tahun 1776.
Ia menganalisis
pengertian substansi, seluruh pengetahuan itu tak lain dari jumlah pengalaman
kita. Dalam budi kita tak ada suatu idea yang tidak sesuai dengan impression
yang disebabkan “hal” di luar kita. Adapun yang bersentuhan dengan indera kita
itu sifat-sifat atau gejala-gejala dari hal tersebut. Yang menyebabkan kita
mempunyai pengertian sesuatu yang tetap–substansi–itu tidak lain dari
perulangan pengalaman yang demikian acapkalinya. Subtansi itu hanya anggapan,
khayal, yang sebenarnya tak ada.
Manusia tidak
membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah
pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal yaitu kesan-kesan (impressions)
dan pengertian-pengertian atau idea-idea (ideas).
Yang dimaksud
dengan impressions atau kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang
diterima dari pengalaman baik pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah
yang menampakkan diri dengan jelas, hidup dan kuat seperti merasakan tangan
terbakar. Adapun ideas adalah gambaran tentang pengamatan yang hidup,
samar-samar yang dihasikan dengan merenungkan kembali atau ter-refleksikan
dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.
Perbedaan
kedua-keduanya terletak pada tingkat kekuatan dan garisnya menuju jiwa dan
jalan masuk kesadaran. Persepsi yang termasuk denagn kekuatan besar dan kasar
disebut impression (kesan) dan semua sensasim nafsu emosi termasuk
kategori ini begitu mereka masuk kedalam jiwa. Idea adalah gambaran kabur (faint
image) tentang persepsi yang masuk kedalam pemikiran.
Selanjutnya
David Hume menyatakan sebagaimana dinukil Prof.Dr. Ahmad Tafsir sebagai
berikut:
“Setelah saya pikirkan secara teliti ternyata persepsi
itu dapat dibagi menjadi dua macam yaitu pesepsi yang sederhana (simple)
dan persepsi yang ruwet (complex). Seluruh kesan dan idea kita saling
berhubunan. Dalam penyelidikan saya ternyata hanya idea yang kompleks yang
tidak memiliki kesan (impression) yang berhubungan dengan idea itu.
Banyak juga kesan yang kompleks yang tidak direkam dalam idea kita. Saya tidak
bisa menggambarkan suatu kota yang belum pernah saya lihat. Akan tetapi saya
pernah melihat kota Paris namun saya harus mengatakan saya tidak sanggup
membentuk idea tentang kota Paris yang lengkap dengan gedung-gedung, jalan dan
lain lengkap dengan ukuran masing-masing. Mengapa? Karena tidak semua kesan (impression)
direkam dalam idea.”[9]
Pengalaman
lebih memberi keyakinan dibandingkan kesimpulan logika atau kemestian sebab
akibat. Hukum sebab akibat tidak lain hanya hubungan saling berurutan saja dan
secara konstan terjadi seperti api membuat air mendidih. Dalam api tidak bisa
diamati adanya "daya aktif" yang mendidihkan air. Daya aktif yang
disebut hukum kausalitas itu tidak bisa diamati. Dengan demikian kausalitas
tidak bisa digunakan untuk menetapkan peristiw-peristiwa yang akan datang
berdasarkan peristiwa-peristiwa terdahulu.
Pemikirannya
tentang eksistensi Tuhan adalah ketika kita percaya kepada Tuhan sebagai
pengatur alam ini kita berhadapan dengan dilema, kita berpikir tentang Tuhan
menurut pengalaman masing-masing sedangkan itu hanya setumpuk persepsi dan
koleksi emosi saja. Kemudian, bagaimana kita dapat mengatakan Tuhan itu Maha
sempurna dan Maha Kuasa, sedangkan di alam terjadi kejahatan dan berbagai
bencana. Seharusnya alam ini juga sempurna sesuai denga penciptanya tetapi
ternyata tidak. Tuhan juga sumber kejahatan, terbatas dan memiliki sifat
mencintai dan membenci. Penelitiannya tentang dunia tidak mampu membuktikan
Tuhan kecuali Tuhan itu tidak sempurna.
Lebih lanjut Hume
berkomentar, tidak ada bukti yang dapat dipahami untuk membuktikan bahwa Allah
ada dan bahwa Ia menyelenggrakan dunia. Juga tidak ada bukti bahwa jiwa tidak
dapat mati. Dalam praktik, orang-orang yang beragama selalu mengikuti
kepercayaan yang dianggap pasti sedang akal tidak dapat membuktikannya.
Menurutnya banyak sekali keyakinan agama yang merupakan hasil khayalan, tidak
berlaku umum dan tidak berguna bagi hidup. Agama berasal dasri penghargaan dan
ketakutan manusia terhadap tujuan hidupnya. Itulah yang menyebabkan manusia
mengangkat berbagai dewa untuk disembah.
Mukjizat adalah
ajaran agama yang juga diserang oleh David Hume. Dia memberikan lima alasan
untuk menolak mukjizat, yaitu:
1) Sepanjang sejarah mukjizat tidak pernah diakui oleh
sejumlah ilmuan dan kaum terpelajar.
2) Sebagian manusia memang memiliki kecenderungan untuk
percaya kepada peristiwa-peristiwa yang luar biasa. Namun keyakinan ini tidak
mendukung kebenaran mukjizat.
3) Kajian peradaban membuktikan bahwa mukjizat hanya cocok
terutama bagi masyarakat terbelakang sedangkan bagi masyarakat yang telah maju
justru menolaknya. Semakin kita percaya kepada ilmu semakin tidak mampu kita
ditipu oleh takhayul (the more we believe in science the less we are likely
to be deceived by superstition).
4) Semua agama wahyu memonopoli kebenaran mukjizat.
5) Data sejarah yang dapat dipecaya menunjukkan bahwa
peristiwa-peristiwa di dunia ini jelas, seperti kita bisa mengetahui tanggal
terbunuhnya Julius Caesar.
Apa relevansi
filsafat yang amat ekstrem dan memang sudah sering dikritik itu? Bahwa kita
tidak dapat mempunyai dan memang sudah pasti dan tidak dapat memahami apa-apa.
Jadi, sebaiknya kita hidup bagi sesaat saja. Paham seperti Allah, tanggung
jawab dan nilai adalah tanpa arti. Empirisme mempersiapkan nihilisme.
- Telaah Kritis atas Pemikiran Filsafat Empirisme
Meskipun aliran
filsafat empirisme memiliki beberapa keunggulan bahkan memberikan andil atas
beberapa pemikiran selanjutnya, kelemahan aliran ini cukup banyak. Prof. Dr.
Ahmad Tafsir mengkritisi empirisme atas empat kelemahan,[10]
yaitu:
1) Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil padahal
tidak. Keterbatasan kemampuan indera ini dapat melaporkan obyek tidak
sebagaimana adanya.
2) Indera menipu, pada orang sakit malaria, gula rasanya
pahit, udara panas dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris
yang salah juga.
3) Obyek yang menipu, conthohnya ilusi, fatamorgana. Jadi
obyek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia
membohongi indera. Ini jelas dapat menimbulkan pengetahuan inderawi salah.
4) Kelemahan ini berasal dari indera dan obyek sekaligus.
Dalam hal ini indera (di sisi meta) tidak mampu melihat seekor kerbau secara
keseluruhan dan kerbau juga tidak dapat memperlihatkan badannya secara
keseluruhan.
Metode empiris
tidak dapat diterapkan dalam semua ilmu, juga menjadi kelemahan aliran ini,
metode empiris mempunyai lingkup khasnya dan tidak bisa diterapkan dalam ilmu
lainnya. Misalnya dengan menggunakan analisis filosofis dan rasional, filosuf
tidak bisa mengungkapkan bahwa benda terdiri atas timbuanan molekul atom,
bagaimana komposisi kimiawi suatu makhluk hidup, apa penyebab dan obat rasa
sakit pada binatang dan manusia. Di sisi lain seluruh obyek tidak bisa
dipecahkan lewat pengalaman inderawi seperti hal-hal yang immaterial.
Kritik Hume
terhadap agama tampaknya tidak seluruhnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia
terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan tentang teologia. Di antara kritikan
Hume yang tidak relevan itu ada tiga, yakni:
Pertama, Hume cenderung mempertentangkan dua bentuk teisme yang monopolar
dan mengabaikan sintesis dipolar. Dalam hal ini ada dua pola, yaitu
mistisisme dan antropromorpisme. Dalam mistisisme, Tuhan berada dalam konsepsi
positif tetapi tidak sempurna. Tuhan adalah sempurna, abadi dan wajib ada.
Dunia di lain pihak tidak sempruna, terbatas dan mungkin ada. Sesuatu yang
sempurna hanya dapat dijelaskan lewat pendekatan dipolar, bukan monopolar
sebagaimana yang dikemukakan Hume.
Kesempurnaan Tuhan
dapat digambarkan dari ketidaksempurnaan dunia. Seandainya dunia tidak ada atau
ada tetapi sempurna, maka kesempurnaan Tuhan akan sulit diidentifikasi.
Kritikan Hume hanya terbatas pada aspek empiris saja, yakni Tuhan yang tak
terbatas berada dalam dunia yang terbatas. Contoh lain memperkuat argumen ini
adalah kebaikan hanya dapat dipahami kalau ada kejahatan.
Kedua, Hume mengabaikan peranan akal dalam menangkap realitas.
Padahal akal mampu menghubungkan kejadian-kejadian yang lampau dengan kejadian
sekarang bahkan meramalkan sesuatu yang akan datang. Akal juga mampu memberikan
ide-ide umum tentang fakta-fakta yang beragam. Contohnya mobil, sepeda dan
pesawat diabstraksikan oleh akal menjadi alat transportasi.
Ketiga, Hume terlalu meredusir semua realitas dalam kajian
empiris sehingga dia terjerumus pada determinisme empiris. Realitas alam
menjadi sempit dan kecil serta mutlak dan tidak pernah berubah. Padahal
realitas sangat luas dan di luar alam empiris masih tedapat wujud lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Di dalam era
filsafat modern terdapat beberapa aliran pemikiran, di antaranya: Rasionalisme,
Emperisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materalisme,
Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme,
dan Neo-Thomisme.
Aliran Emperisme
adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam
memeroleh pengetahuan, dan mengecilkan akal. Aliran emperisme berpendapat bahwa
pengetahuan yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewan indera
(empiri) dan empirilah satu-satutnya sumber pengetahuan aliran Emperis, bahwa
pada dasarnya budi dan empiri saling berkaitan.
Peletak dasar
empiris pertama adalah Francis bacon, bapak empirisnya Jhon Locke dan beberapa
filsuf lainya seperti Thomas Hobbes, Berkeley, David Hume dan lainnya.Meskipun
aliran empirisme sangat berpengaruh atas pemikiran-pemikiran filsafat
selanjutnya namun banyak dijumpai kelemahan baik metode, obyek tentang empiris.
Empirisme
menganggap agama, mukjizat, bahkan Tuhan sebagai keyakinan yang tidak logis dan
tidak bisa dibuktikan secara ilmiah hanya karena empirisme tidak mampu
membuktikan eksistensi immateri.
DAFTAR PUSTAKA
Donny Gahral, Adian, Menyoal Objektivisme
Ilmu Pengetahuan dari David Hume Sampai Thomas Kuhn, (Jakarta:
Teraju, 2002).
Tafsir Ahmad, Filsafat Ilmu, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006).
Muslih Mohammad , Filsafat Ilmu Kajian Atas Asumsi
Dasarparadigma Dan Kerangka Teori ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Belukar,
2004).
http://ferryroen.wordpress.com/2011/09/23/teori-filsafat-empirisme/
di akses pada tanggal 04 Oktober 20011 pukul 13.09 WIB
http://masdiloreng.wordpress.com/2009/03/22/empiriseme/
diakses pada tanggal 04 Oktober 2011, pukul 13.03
[1] Mohammad Muslih, Filsafat
Ilmu Kajian Atas Asumsi Dasarparadigma Dan Kerangka Teori ilmu Pengetahuan,
(Yogyakarta: Belukar, 2004), hal 53.
[4] http://zian-martadinata.blogspot.com/2010/10/filsafat-rasionalismeempirismekritisme.html
diakses pada tanggal 04 Oktober 2011 pukul 13.12 WIB
[5] http://masdiloreng.wordpress.com/2009/03/22/empiriseme/
diakses pada tanggal 04 Oktober 2011, pukul 13.03
[6]http://ferryroen.wordpress.com/2011/09/23/teori-filsafat-empirisme/
di akses pada tanggal 04 Oktober 20011pukul 13.09 WIB
[7] Adian, Donny Gahral, Menyoal
Objektivisme Ilmu Pengetahuan dari David Hume Sampai Thomas Kuhn, (Jakarta:
Teraju, 2002).
non empiris berarti selain ilmu -ilmu yang bersifat indrawi, maka dengan sendirinya itu bersumber dari rasio dan pengetahuan intuitif. Pada akhirnya ilmu ini sering di sebut sebagai ilmu pasti, yang didalamnya termasuk logika empiris judi online
ReplyDelete