MAKALAH ILMU NAHWU, FAIL DAN NAIBUL FAIL


FA’IL DAN NAIBUL FA’IL
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Nahwu
BAB I
PENDAHULUAN

1.1             Latar Belakang
Kalimat dalam bahasa arab tersusun dari jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah. Yang dimaksud jumlah ismiyah adalah jumlah yang diawali dengan kalimat isim. Atau dengan kata lain yang tersusun dari mubtada dan khobar. Adapun jumlah fi’liyah adalah jumlah yang diawali dengan kalimat fi’il. Atau dengan kata lain yang tersusun dari fi’il, fa’il, dan maf’ul bih. Seperti halnya kalimat bahasa indonesia, kalimat bahasa arab pun terdiri dari tiga unsur penting, yaitu subjek, predikat dan objek. Dalam makalah ini, penyusun membahas lebih spesifik mengenai masalah fa’il ( subjek/pelaku) dalam sebuah susunan kalimat bahasa arab. Hal tersebut perlu dikaji karena dalam kenyataannya, yang berkedudukan sebagai subjek tidak selamanya ditampakkan dalam sebuah susunan kalimat bahasa arab. Adakalanya subjek tidak dimunculkan karena adanya tujuan-tujuan tertentu, yang selanjutnya terdapat penggantian subjek oleh objek dan sejenisnya, yang dikenal dengan istilah na’ibul fa’il.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun juga dapat membantu pembaca untuk lebih memahami seputar materi fa’il dan na’ibul fa’il.

1.2             Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud fa’il dan naibul fa’il?
2.      Apa saja pembagian fail dan naibul fa’il?




BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian
            a. فاعل/Fa’il
Fa’il menurut bahasa berarti “pelaku pekerjaan”. Dalam alfiyah fa’il adalah isim yang dibaca رفع yang jatuh setelah فعل  seperti : ضَرَبَ زَيْدٌ
atau شبه فعل,  sedangkan شبه فعل  itu :
·        اسم فاعل                        seperti :           الزيدان قائم
·        اسم صفة مشبهه                seperti :            زيد حسن وجه
·        اسم مصدر                      seperti:           عَجِبْتُ مِنْ ضَرْبِ .َيْدٍ
·        اسم فعل                         seperti :          هَيْهَاتَ اْلعَقِيْقُ
·        ظرف وجرمجرور                seperti :                      زَيْدٌ عِنْدَكَ اَبُوْهُ فِي الدٌارِ غُلاَمُهُ
·        افعال التفضيل                   seperti :            بِالاَفْضَالِ اَبُوْهُ مَرَرْتُ
Lafadh اَبُوْهُ dirafa’kan oleh lafadh الاَفْضَالِ inilah yang diisyaratkan dengan perkataannya
كمرفو عي أتى  (seperti dua lafadz yang dirafa’kan dalam lafadh ataa...)
Yang dimaksud مرفوعين (dua lafadh yang di rafa’kan) ialah; lafadh yang dirafa’kan oleh fi’il atau oleh hal yang serupa dengan fi’il seperti yang telah dijelaskan di muka tadi. Dikemukakan dua contoh untuk isim yang dirafa’kan oleh fi’il, salah satu diantaranya dirafa’kan oleh fi’il yang متصرٌف, contoh : 
            اَتى زَيْدٌ  Zaid telah datang.
Contoh untuk yang dirafa’kan oleh fi’il yang tidak متصرٌف ialah seperti :
             اْلفَتىنِعْمَ Dia sebaik-baik pemuda.
Contoh untuk yang dirafa’kan oleh  فعل شبه (yang serupa dengan fi’il) ialah seperti perkataan :
            مُنِيْرًا وَجْهُهُ  Dengan wajah yang berseri-seri.
b. نائب الفاعل/ Naibul fa’il
Naibul fa’il terdiri dari dua suku kata yaitu na’ib dan fa’il. Yang berarti “pengganti fa’il” atau “pengganti pelaku pekerjaan”.  Sedang menurut istilah ilmu nahwu :
“isim yang dirofakan yang failnya tidak disebutkan.”
“Isim marfu yang menempati tempat fa'il yang tidak disebutkan, serta didahului oleh fi'il mabni majhul.”
“Naibul fa’il adalah isim yang dirafakan, berada setelah fi’il majhul (pasif) dan menempati tempat fa’il setelah fail itu dibuang.”
Contoh: ضُرِبَ زيد

2.2       Pembagian
            a. فاعل/Fa’il
            Fa’il dibagi menjadi 2 :
1.      فاعل اسم ظاهر       contoh :          اتى الزيدان
2.      فاعل اسم ضمير      متصل
منفصل
فاعل اسم ضمير متصل ada 12 :
قمتُ واقع متكلم وحدة.1
قمنا واقع متكلم مع الغير.2
قمتَ واقع مفرد مخاطبة.3
قمتِ واقع مفرد مؤنث مخاطبة.4
قمتما تثنية مذكر.5
قمتنٌ لجمع المؤنث مخاطبة.6
7قمتمْ لجمع الذكور المخاطبين
قام مفرد مذكر غائب  .8
9قامتْ مفرد مؤنث غائبة
10.قاما تثنية مذكر غائب
11.قاموا جمع مذكر غائب
12.قمن جمع مؤنث غائبة
Dhomir munfasil bisa dijadikan fa’il apabila jatuh setelah lafadh الاٌ seperti :    لم يقم الاٌ انا  
Adapun dhomir munfasil seperti : هو هما هم, هي هما هنٌ نحن انا,انتنٌ انتما انتِ,انتم انتما انتَ,
 Hukum-hukum fa’il :
1.      Wajib memudzakarkan fi’ilnya fa’il, ada dua tempat :
a.       Ketika fa’ilnya berupa mudzakar secara lafadh dan ma’na atau secara ma’na saja, baik berupa mufrod mutsanna atau jamak mudzakar salim. Contoh : يَنْجِحُ الْمُجْتَهِدَانِ
b.      Ketika antara fi’il dan fa’ilnya yang berupa muannast dipisah oleh huruf  الاٌ
Contoh : مَاقَامَ اِلاٌ فَاطِمَةُ
2.      Wajib memuannastkan fi’ilnya fa’il, ada didalam tiga tempat :
a.       Ketika fa’il isim dhohir berupa muannast haqiqi yang sambunga atau langsung bertemu dengan fi’ilnya. Contoh : فَاطِمَةُ جَائَتْ
b.      Fa’il berupa dhomir mustatir (tersimpan) yang kembali pada lafadh muannast haqiqi atau majazi. Contoh : ذَهَبَتْ خَدِيْجَةُ
c.       Fa’il yang berupa dhomir yang kembali pada jamak muannast salim atau jamak taktsir untuk muannast atau mudzakar yang tidak memiliki akal dalam masalah ini, fi’il dimuannastkan dengan ta’ta’nist atau nun jamak niswah. Contoh : اَلزّيْنَبَاتُ جَائَتْ اَوْ جِئْنَ
3.      Fi’ilnya fa’il boleh dimuannastkan dan dimudzakarkan, ada dua wajah dalam Sembilan keadaan :
a.       Fa’il isim dhohir berupa muannast majazi, tetapi yang baik dimuannastkan. Contoh:  عَلَتْ اَوْعَلاَ الشّجَرَةُ
b.      Fa’il berupa muannast haqiqi yang mana antara fa’il dengan fi’ilnya dipisah oleh selain الاّ tetapi yang baik dimuannastkan. Contoh : اَوْ حَضَرَ الَجْلِسُ اْلاِمْرَأَةٌ حَضَرَتْ

c.       Fa’il berupa dhomir munfasil yang menunjukkan muannast tetapi yang baik tidak dimuannastkan. Contoh : مَاقَامَ اَوْ مَاقَامَتْ إَلاَّ هِيَ

d.      Fa’il isim dhohir berupa muannast yang fi’ilnya berupa نعم بئس سا~ء  namun yang baik dimuannastkan. Contoh : نِعْمَ الْمَرْأَةث هِنْدٌ

e.       Fa’il mudzakar yang dijamakkan menggunakan alif dan ta’, tetapi yang baik dimudzakarkan. Contoh :اَوْجائتِ الطلحة جاَءَ

f.        Fa’il berupa dhomir yang dirujukkan atau dikembalikan kepada lafadh jamak taksir untuk mudzakar yang berakal. Namun yang lebih fasih dimudzakarkan. Contoh : جاؤ او جائت الرجال

g.       Fa’il berupa mulhaq dengan jamak mudzakar salim atau dengan jamak muannast salim. Yang lebih baik yaitu kalau disamakan dengan jamak mudzakar salim maka dimudzakarkan, kalau disamakn dengan jamak muannast salim maka dimuannastkan. Contoh : أوجائت البنون جاء

h.      Fa’il berupa isim jamak atau isim jenis. Contoh :أوجائت القوم جاء







b. نائب الفاعل/ Naibul fa’il    
Adapun kalimat yang bisa dijadikan naibul fail itu dibagi ke dalam 4 bagian :
1) Na’ibul Fa’il Isim Mu’rab, artinya Naibul Fa’il yang terbuat dari isim mu’rab Contoh :    ضُرِبَ زَيْدٌ(Zaed memukul)
2) Na’ibul Fa’il Masdar Muawwal (kalimat yang ditakwili atau dikira-kirakan dengan bentuk mashdar) seperti fa’il berupa kalimat yang kemasukan huruf mashdar yang jumlahnya ada lima, yaitu : أن أنّ كىى ما لو
Contoh : تضرب زيدا اي ضربك زيدا  منع ان
3) Naibul Fa‟il yang terbuat dari :
a) Dharaf musthasharif  (isim makan atau zaman yang bias ditarkib selain menjadi dharaf,seperti menjadi mubtada’ fa’il atau maf’ul), seperti:
صِيْمَ رَمَضَانُ اصله مشي يوم كامل          
b) Dharaf mukhtash (isim zaman atau makan yang diqayyidi) dengan sifat idhofah, seperti:
جلس مجلس مفيد           
c) Jar Majrur, seperti :                                         
            نزر في الامر                             

Pembagian na’ibul fa’il
Terbagi menjadi dua :
1.      Naibul fa’il isim dhohir
Contoh : ضرب زيد  (zaed telah dipukul)
2.      Naibul fa’il isim dhomir
Contoh : ضربت  للمتكلم وحدة   ) )
Hukum naibul fa’il
            Seluruh hukum yang dimiliki fa’il diberikan pada naibul fa’il, sebab ia menduduki kedudukan fa’il. Maka dari itu :
a.      Naibul fa’il wajib dibaca rafa’ contoh : ضرب زيد
b.      Naibul fa’il wajib  diakhirkan dari amilnya contoh : ضُرِبَ زَيْدٌ اصله زَيْدًا ضَرَبْتُ
c.      Wajib memuannastkan amil ketika naibul fa’il berupa lafadh muanast haqiqi atau berupa dhomir yang dirujukkan pada lafadh muannast contoh :ضُرِبَتْ فَاطِمَةُ
d.      Boleh memuannastkan amil ketika naibul fa’il berupa muannast majazi contoh :هُدِمَتْ/هُدِمَ الشَّجَرَةُ
e.      ‘Amilnya dimufrodkan (disunikan dari alamat tasniyah dan jamak) walaupun naibul fa’il berupa tasniyah ataupun jamak contoh : ضُرِبَ زيدان, ضُرِبَ زيد, ضُرِبَ زيدون 
f.        Tidak boleh membuang naibul fa’il contoh :ضُرِبَ زَيْدٌ













BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

الفية ابن مالك
 An’im,Abu, 2009, Sang Pangeran Nahwu al jurumiyyah, (Jawa Barat: SUMENANG)

















0 Response to "MAKALAH ILMU NAHWU, FAIL DAN NAIBUL FAIL"

Post a Comment