PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Aktifitas filsafat
melibatkan akal pikiran manusai secara utuh,konsisten,dan bertanggung jawab.
Dalam aktifitas akal itu para filsuf mencoba mengungkap realitas. Kegiatan
realitas ini membutuhkan bahasa sebagai sarana bagi pemahaman terhadap realitas
tersebut. Dari sinilah muncullah berbagai istilah teknis filsafati.
Dalam mengkaji
filsafat tedapat sudut pandang yang dikategorikan ke dalam tiga dimensi yaitu
dimensi Ontologi (kebenaran yang ada) ,Epistomologi(membuktikan
kebenaran berdasarkan fakta) ,Aksiologi(membangun kebenaran).Pada
pembahasan ini akan di bahas mengenai spesifik Aksiologi merupakan suatu
kajian tentang nilai-nilai yang terkandung dalam perilaku manusia dalam
mengaktualisasi ekistensi akal fikiran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud
dengan Aksiologi ?
2. Bagaimana landasan Aksiologi
sebagai etika ?
3. Bagaimana landasan
Aksiologi sebagai estetika ?
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Aksiologi
Secara etimologis ,aksiologi berasal
dari kata axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang
berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. (Burhanuddin
Salam,1997).
Menurut Jujun S. Sumantri dalam
filsafat Ilmu Suatu Pengantar, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. untuk
dipergunakan dalam sebagai implementasi dan peran pengetahuan tersebut. Dalam
hal ini, ilmu dapat digunakan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf
hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia,martabat manusia, dan kelestaria
atau keseimbangan alam.
Sejalan dengan itu, Wibisono mengatakan,
aksioloi adalah nilai-nilai(value) sebagai tolak ukur(ilmiah),etik,dan moral
sebagaii dasar normatif dalam penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Jadi aksiologi adalah suatu teori tentan nilai yang berkaitan dengan bagaimana
suatu ilmu digunakan.[1]
Aksiologi adalah kebenaran the right.
Epistomologi membuktikan kebenaran dalam makna the truth or false,aksiologi
membangun kebenaran dalam makna the right or wrong.[2]
2. Landasan
Aksiologi Sebagai Etika
Etika sering kali disebut sebagai filsafat
moral. Istilah etika berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani :ethos
berarti sifat,watak,kebiasaan,tempat yang biasa dan ethikos berarti
susila,keadaban,atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Istilah moral berasal
dari kata Latin mores,yang merupakan bentuk jamak dari mos,yang berarti adat
istiadat atau kebiasaan,watak,kelakuan,tabiat,dan cara hidup.
Dalam sejarah filsafat Barat,etika adalah
cabang filsafat yang amat berpengaruh sejak zaman Sokrates. Etika membahas
baik-buruk atau benar- tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta
sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika tidak mempersoalkan apa
atau siapa manusia itu, tetapi bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak.
Ada berbagai pembagian
etika yang di buat oleh para ahli etika. Beberapa ahli membagi etika ke dalam dua bagian,yakni etika deskriptif
dan etika normatif. Ada pula yang membagi ke dalam etika normatif
dan metaetika. Ahli lain membagi ke dalam tiga bagian yaitu etika
dekriptif,etika normatif, dan metaetika.
Ø
Etika
Deskriptif adalah menguraikan kesadaran dan
pengalaman moral secara deskriptif yang dilakukan dengan bertolak dari
kenyataan bahwa ada berbagai fenomena moral yang dapat digambarkan dan diuraikan
secara ilmiah,seperti yang dapat dilakukan terhadap fenomena spiritual lainnya, misalnya
religi dan seni. Oleh karena itu ,etika deskriptif digolongkan kedalam bidang
ilmu pengetahuan empiris dan berhubungan erat dengan sosiolgi. Dalam hubungannya
dengan sosiologi,etika deskriptif berupaya menemukan dan menjelaskan kesadaran,
keyakinan, dan pengalaman moral dalam suatu kultur tertentu.
Ø Etika Normatif sering disebut juga filsafat moral atau etika filsafati dan dibagi
kedalam dua teori yaitu teori-teori nilai (theories of value) dan
teori-teori keharusan (theories of obligation). Ada pula yang membagi
etika normatif ke dalam dua golongan yaitu: konsekuensialis(teleologikal)
berarti bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensinya. Adapun
nonkonsekuensialis (deontologikal) bahwa moralitas suatu tindakan di tentukan
oleh sebab-sebab yang menjadi dorongan dari tindakan itu, atau ditentukan oleh
sifat-sifat hakikinya atau keberadaannya yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dan prinsip-prinsip tertentu.[3]
Teori-teori nilai bisa
bersifat monistis,bisa juga bersifat pluralistis (keragaman). Aliran hedonisme
merupakan salah satu bentuk dan wujud dari teori nilai yang monistis. Baik
teleologikal maupun deontologikal dapat dimasukkan kedalam (theories of
obligation) .
Salah satu aliran yang
terkenal dalam teori dalam teori keharusan yang teleologikal ialah aliran
egoisme. Salah satu versi egoisme mengajarkan bahwa tolok ukur bagi
penilaian benar salahnya suatu tindakan ialah dengan mempertimbangkan untung
ruginya tindakan itu bagi si pelaku sendiri. Egoisme menegaskan bahwa manusia
memiliki hak untuk berbuat apa saja yang dianggap menguntungkan dirinya.
Dalam teori keharusan
(theories of obligation) yang deontologikal,tampillah aliran formalisme. Para
pemikir formalis mengatakan bahwa akibat (konsekuensi) bukan hanya tidak mampu,
melainkan juga tidak relevan untuk menilai suatu tindakan atau perbuatan. Bagi
formalis ,yang paling penting dan paling menentukan ialah motivasi. Motivasi
yang baik akan membuat tindakan atau perbuatan pastii benar kendati akibat
perbuatan itu sendiri ternyata buruk.
Ø Metaetika merupakan studi analistis terhadap displin etika. Metaetika baru
muncul pada abad ke-20, yang secara khusus menyelidiki dan menetapakan arti
serta makna istilah-istilah normatif yang diungkapkan lewat
pernyataan-pernyataan etis yang membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan.[4]
a. Teori Metaetika :
1.
Teori
naturalistis mengatakan bahwa istilah-istikah moral sesunggunya menamai
hal-hal atau faktta-fakta yang pelik dan rumit.
2.
Teori
kognitivis mengatakan bahwa pertimbangan moral tidak selalu
benar,sewaktu-waktu bisa keliru.
3.
Teeori
intuitif berpendapat bahwa pengetahuan
manusia tentang yang baik dan salah diperoleh dari intuitif.
4.
Teori
subjektif menekankan bahwa pertimbangan-pertimbangan moral sesungguhnya hanya
dapat mengungkapkan fakkkttta-fakta subjektif tentang sikap dan tingkah laku
manusia.
5.
Teori
emotif menegaskan bahwa pertimbangan-pertimbangan moral tidak mengungkapkan
sesuatu apa pun yang dapat disebut salah
atau benar kendati hanya secara subjektif.
6.
Teori
imperatif berpendapat bahwa pertimbangan-pertimbangan moral sesungguhnya
bukanlah ungkpaan dari sesuatu yang dapat dinilai salah atau benar.
7.
Teori
skeptis seunggunhnya tidak ada kebenaran moral yang mengatakan moralitas tidak
memiliki dasar rasional.
3. Landasan
Aksiologi Sebagai Estetika
Esteika
adalah cabang ilmu filsafat yang mempersoalkan seni (art) dan keindahan
(beauty). Istilah estetika berasal dari kata Yunani aisthesis, yang
berarti pencerapan indrawi ,pemahaman intelektual atau, pengamatan
spiritual. Istilah art (seni) berasal dari kata latin ars, yang berarti
seni , ketrampilan, ilmu atau kecakapan.
Estetika
dapat dibagi dalam dua bagian : estetika deskriptif yaitu menguraikan melukiskan fenomena
keindahan dan estetika normatif mempersoalkan dan menyelidiki hakikat, dasar,
ukuran, pengalaman keindahan. Ada pula yang membagi estetika kedalam pertama
filsafat seni (philosophy of art)
yaitu mempersoalkan status ontologis dari karya-karya seni menanyakan
pengetahuan apakah yang dihasilkan oleh seni, apakah yang dapat diberikan oleh
seni untuk menghubungkan manusia dengan realitas. Kedua filsafat keindahan (philosophy of beauty)
yaitu membahas tentang apakah keindahan itu dan apakah nilai indah itu objektif
atau subjektif.
a. Pandangan
dan Pendapat para filsuf tentang masalah estetika :
·
Plato
berpendapat bahwa seni adalah ketrampilan untuk memproduksi sesuatu, hasil seni
tidak lain dari imitasi.
·
Aristoteles
juga berpendapat dengan Plato mengenaim seni tiruan dari berbagai hal yang ada.
·
Augustinus
tidak sependapat dengan Plato seni hanyalah tiruan.Ia mengatakan bahwa hewan pun meniru,tetapi tidak dapat
menghasilkan karya seni.
·
David
Hume mengatakan bahwa keindahan bukanlah suatu objektif yang terletak didalam
objek-objek itu sendiri melainkan berada dalam pikiran.
·
Immanuel
Kant berpendapat bahwa keindahan itu merupakan penilaian subjektif.
·
Goerge
Wilhelm Friedrich Hegel dan Arthur Scopenhauet mencoba menyusun tata jenjang
bentuk-bentu seni itu.bagi Hegel arsitektur berada pada jenjang palimg bawh dan
puisi berada pada puncaknya,dan sebaliknya pendapat Arthur.
·
Dewey
berpendapat bahwa seni terpaut begitu erat dengan segi kehidupan lainnya.
·
George
Santayana menurutnya keindahan identik dengan kesenangan yang dialami manusia
ketika ia mengamati objek tertentu.
·
Bendetto
Croce berpendapat seni itu berada di alam pikiran seniman.
·
Clive
Bell berpendapat “bentuk yang berarti” ialah bentuk hasil karya seni yang
mengguga perasaan seni seseorang.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Aksiologi adalah cabang filsafat ilmu
yang membahas mengenai nilai-nilai yang terkandung dari penggunaan ilmu yang
dibagi menjadi : pertama tindakan moral yang melahirkan disiplin khususnya
etika,kedua estetika keindahan yang melahirkan keindahan seni (art). Aksiologi
adalah bagian filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and
bad),benar dan salah (right and wrong). Aksiologi mecoba merumuskan suatu teori
yang konsisten untuk perilaku etis.
Daftar Pustaka
1.http://www.geocities.ws/m_win_afgani/arsip/04_AKSIOLOGI_PENGETAHUAN.pd2. 2.Noeng Muhadjir,Filsafat Ilmu,Rake
Sarasin, Yogyakara:2011
3. Jan Hendrik Rapar,Pengantar
Filsafat,PT. Kansius, Yoyakarta
0 Response to "MAKALAH FILSAFAT ILMU"
Post a Comment