MAKALAH TENTANG BAROKAH/BERKAH




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berkah merupakan salah satu kata selain salam dan rahmat yang terkandung dalam salam Islam Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh. Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan selalu menyertai Anda (kalian).

Dalam Al-Qur`an sendiri kata berkah (barakah) hadir dengan beberapa makna, di antaranya: kelanggengan kebaikan, banyak, dan bertambahnya kebaikan. Al-Quran sendiri merupakan berkah bagi manusia sebagaimana firman-Nya:

"Ini (Al-Quran) adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran.” (QS. Shaad: 29). 

Berkah dalam arti kebaikan, keselamatan, dan kesejahteraan tercantum dalam ayat berikut ini:
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (QS. Al-A'raf: 96)
Sedangkan dalam hadits juga banyak ditemukan kata berkah, semuanya mengarah pada kebaikan dan pahala.

"Berkumpullah kalian atas makanan dan sebutlah nama Allah, maka Allah akan memberikan keberkahan pada kalian di dalamnya." (HR. Abu Daud)

"Ya Allah, berkahilah umatku yang (bersemangat ) di pagi harinya." (HR. Abu Daud).

B. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian Barokah?
2.      Bagaimana jalan mencapai Barokah?
C. TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian Barokah
2.      Untuk mengetahui bagaimana jalan mencapai barokah?




BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BERKAH

Menurut bahasa, berkah - berasal dari bahasa Arab: barokah (البركة), artinya nikmat (Kamus Al-Munawwir, 1997 : 78). Istilah lain berkah dalam bahasa Arab adalah mubarak dan tabaruk.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 179), berkah adalah “karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia”.

Menurut istilah, berkah (barokah) artinya ziyadatul khair, yakni “bertambahnya kebaikan”
Para ulama juga menjelaskan makna berkah sebagai segala sesuatu yang banyak dan melimpah, mencakup berkah-berkah material dan spiritual, seperti keamanan, ketenangan, kesehatan, harta, anak, dan usia. Yang berarti barokah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah yang kebaikan itu dapat menjadi langgeng dan bahkan dapat menambah kedekatan seorang yang diberi kepada Allah yang Maha Pemberi.[1]

Dalam Syarah Shahih Muslim karya Imam Nawawi disebutkan, berkah memiliki dua arti: (1) tumbuh, berkembang, atau bertambah; dan (2) kebaikan yang berkesinambungan. Menurut Imam Nawawi, asal makna berkah ialah “kebaikan yang banyak dan abadi”.

Dalam keseharian kita sering mendengar kata "mencari berkah", bermaksud mencari kebaikan atau tambahan kebaikan, baik kebaikan berupa bertambahnya harta, rezeki, maupun berupa kesehatan, ilmu, dan amal kebaikan (pahala).
“(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang maha Pengampun”.[2]

Beliau (Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah) juga mengatakan dalam kitab Zaadul Ma’ad : ”Sesungguhnya dahulu kala biji-bijian itu, baik berupa gandum atau lain nya lebih besar (ukurannya) dibanding yg ada sekarang ini, sebagaimana pula keberkahan yang terdapat biji-bijian saat itu jauh lebih banyak. Bahkan Imam Ahmad bin Hambal telah meriwayatkan dengan sanadnya, bahwa telah di temukan di gudang sebagian para khalifah Bani Umawiyyah sekantong gandum yg biji-bijinya sebesar biji kurma, & bertuliskan pada kantong luar nya: “Ini adalah gandum yang tumbuh di masa keadilan di tegakkan.” [3]





B. JALAN PENCAPAIAN BERKAH
a.       Riyadlah diri dan asatidz
·         Riyadlah diri atau wirid itu sesuatu yang dilangsungkan secara terus menerus walaupun itu sedikit. Nabi bersabda :
“Barangsiapa sholat subuh secara berjama’ah kemudian duduk untuk berdzikir kepada Allah sampai terbitnya matahari kemudian sholat dua rakaat, maka ia mendapatkan pahala sebanding pahala haji dan umrah”
Setelah sholat subuh sibukkanlah dirimu dengan wirid berupa membaca dzikir – dzikir, tasbih, do’a – do’a, dan ayat – ayat Al-Qur’an sampai terbitnya matahari.”[4]
·         Akhlak santri terhadap asatidz
Penjelasan tentang akhlak santri terhadap asatidz terbagi dalam dua belas perincian, yaitu :
1.      Santri hendaknya meneliti dan memohon petunjuk kepada Allah sebelum belajar kepada asatidz
2.      Bersungguh – sungguh mencari asatidz yang menguasai ilmu syari’ah
3.      Mengikuti pemikiran dan jejak ustadznya serta tidak menerjang nasihatnya
4.      Memandang ustadznya penuh keta’dziman serta meyakini bahwa dalam diri ustadz terdapat derajat kesempurnaan
5.      Memperhatikan apa yang menjadi haknya dan tidak melupakan keutamaan dan kebaikannya
6.      Bersabar terhadap sifat keras ustadznya dan tidak menjadikan alasan keluar dari lingkungan pendidikannya
7.      Tidak berkunjung kepada ustadz selain ditempat dan waktu yang patut
8.      Duduk dan bersikap sopan ketika berhadapan dengan ustadznya
9.      Berbicara dengan suara dan bahasa yang baik
10.  Mendengarkan semua pelajaran dan penjelasan ustadz dengan penuh kesungguhan dan tanpa bosan
11.  Tidak mendahului memberikan penjelasan masalah dan tidak pula menyela pembicaraan ustadz kecuali atas izinnya
12.  Membantu dan berbuat sebaik mungkin untuk keperluan ustadznyadan tidak berbuat sesuatu yang bisa merendahkan derajatnya[5]
b.      Istiqomah
Yang dimaksud istiqomah disini adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kanan maupun kiri.Istiqomh ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan kepada Allah lahir dan batin , dan meninggalkan semua bentuk larangan Allah.
Salah atu ciri pokok sifat istiqomah adalah seorang muslim yang senantiasa terus terang (tidak plin plan) dan tidak bermuka dua.
Sedangkan keutamaannya ialah mendapatkan karomah, dijauhkan oleh Allah dari rasa was – was, rasa takut, sedih dan mendapatkan jaminan surge dari Allah.
Cara untuk merealisasikan :
a)      Mengikhlaskan niat semata – mata hanya karena Allah SWT
b)      Bertahap dalam beramal
c)      Diperlukan kesabaran
d)     Berpegang teguh terhadap ajaran agama Allah SWT
e)      Memperbanyak berdo’a kepada Allah SWT
c.       Ziarah
Secara umum arti ziarah adalah menengok, maka kesimpulannya ziarah kubur adalah menengok atau mengunjungi kuburan untuk memohon ampunan bagi si mayit, dan hukumnya adalah sunnah.
Menurut Asy-Syaikh Muha mmad bin Abdul Wahab ziarah kubur ada tiga macam, yaitu :
a)      Ziarah syar’i, ada tiga syarat yang harus dipenuhi :
1.      Tidak melakukan safar dalam rangka ziarah
2.      Tidak mengucapkan ucapan batil
3.      Tidak mengkhususkan waktu tertentu
b)      Ziarah bid’ah, ialah ziarah yang tidak memenuhi syarat diatas
c)      Ziarah syirik, pelakunya mensekutukan Allah dengan berdo’a meminta rizki pada makam mayat yang dikunjungi.
Tujuan dari ziarah adalah agar kita senantiasa mengingat kematian, supaya memperbaiki diri sebelum ajal menjemput. Lalu kita memintakan pengampunan atas dosa dosa si mayit pada Allah melalui do’a. manfaat ziarah kubur adalah meringankan siksa si mayit didalam kuburnya.












BAB III
PENUTUP
Kesimpuulan
1.      Barokah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah, yang kebaikan itu dapat menjadi langgeng dan bahkan menambah kedekatan seseorang yang diberi kepada Allah yang Maha Pemberi
2.      Riyadlah diri merupakan sesuatu yang dikerjakan terus menerus
3.      Istiqomah dijalan Allah yakni konsisten untuk menjaga keimanan
4.      Ziarah kubur adalah mengunjungi makam dengan niat mendoakan dan mengambil pelajaran.
Saran
1.      Selalu berdo’a kepada Allah agar kenikmatan yang telah diberikan –Nya bisa Barokah
2.      Selalu istiqomah menjalankan perintah-Nya
3.      Sebagai umat Islam dianjurkan ziarah, namun jangan dimanfaatkan untuk hal – hal yang musrik
















DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an surah Saba’ ayat 15
Mu’jam maqoyisil Lughoh Ibnu Faris, hlm. 25
Sayid Abi Bakar Al-Ma’ruf. Kifayatul Atqiya’ Waminhajil Ashfiya’. Hlm. 46
Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren, (Yogyakarta, ITIAQA Press, 2001) hlm. 74 – 76

Zaadul Ma’ad : 4/633, riwayat yang dimaksud terdapat dalam (Musnad Imam Ahmad : 2/296). 



[1] Mu’jam maqoyisil Lughoh Ibnu Faris, hlm. 25
[2] Al-Qur’an surah Saba’ ayat 15
[3] Zaadul Ma’ad : 4/633, riwayat yang dimaksud terdapat dalam (Musnad Imam Ahmad : 2/296). 
[4] Sayid Abi Bakar Al-Ma’ruf. Kifayatul Atqiya’ Waminhajil Ashfiya’. Hlm. 46
[5] Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren, (Yogyakarta, ITIAQA Press, 2001) hlm. 74 – 76

1 Response to "MAKALAH TENTANG BAROKAH/BERKAH"