.
MEMBANGUN
BUDAYA PROFESIONALISME
Dalam rangka mendesign, merancang atau merencanakan
kembali program dan kegiatan pendidikan, setiap lembagi sekolah harus
berorientasi pada budaya profesionalisme. Seperti yang dimaksudkan secara
sederhana, dapat dipahami sebagai konsep yang mengacu kepada sikap seseorang
atau kelompok memiliki sistem budaya yang mampu memberikan pelayanan yang
memuaskan bagi yang dilayani sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Profesionalisme guru adalah kondisi, arah, nilai,
tujuan, dan kualitas suatu keahli dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan
pengajarang yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata
pencaharian.[1]
Peran guru tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan
peserta didik. Karena itu, di pundak guru terdapat tanggung jawab yang melekat
secara terus menerus sampai akhir hayat. Jabatan guru memiliki banyak tugas
yang baik di dalam maupun di luar sekolah. Bahkan tugas tersebut tidak hanya
sebagai profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan
yang berkaitan dengan profesionaalitasnya. Konsekuensi logis dari tugas
tersebut adalah guru harus mempunyai banyak peran diantaranya: sebagai
korektor, inspirator, informator, fasilitator, pembimbing, mediator,
supervisor, dan sebagainya.
Menyadari akan pentingnya budaya
profesionalisme, maka saatnya bagi lembaga pendidikan agar lebih mengedepankan
profesionalisme. Sesuai dengan harapan badan standar nasional pendidikan (BSNP)
bahwa pengelolaan pendidikan kedepan harus didukung dengan budaya
profesionalitas dan mutu yang memadai. Sekolah-sekolah harus senantiasa
diharapkan memberikan pelayanan yang memuaskan bagi peminat peserta didik,
orang tua, masyarakat maupun negeri ini. Tegasnya bahwa membangun budaya
profesiolisme dilingkungan sekolah sesungguhnya bukan kata yang berlebihan.
Sebab, jika melihat persaingan di era globalisasi seperti sekarang ini, hampir
setiap napas kehidupan selalu menuntut adanya suatu sikap yang profesional.
Karena itu, untuk membangun budaya
profesionalisme sekolah, tentu saja membutuhkan menajemen organisasi sekolah
yang kokoh. Sekolah-sekolah yang tidak memiliki manajemen yang berwibawa akan
cepat goyang dan rapuh diterpa oleh arus perubahan zaman.
Menurut M.Sarbinan, bahwa sudah saatnya
bagi lembaga pendidikan yang masih menggunakan paradigma lama dan tradisional
diganti dengan paradigma baru yang lebih sesui dengan tuntutan dunia global.
Maksud dari perubahan paradigma sekolah itu adalah membangnun manajemen sekolah
yang berbasis mutu. Untuk memenuhi standar kelas global, lembaga pendidikan
harus mencari alternatif kedepan yang inovatif dengan program-program unggulan.
Hanya dengan cara itulah lembaga akan memperoleh pelanggan dan didukung
masyarakat. Saat ini, masyarakat sudah pandai memetakan antara sekolah yang
maju dengan sekolah yang “jenuh”. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa walaupun
sekolah yang dikemas dengan program-program unggulan, sekolah unggulan, sekolah
model itu terkesan mahal, tetapi banyak orang berebutan untuk menyekolahkan
anak-anaknya di situ. Dengan sedikit agak mahal, tetapi mutunya terjamin maka
orang akan berlomba-lomba untuk memilihnya. Hal
ini berkaitan erat dengan kemampuan manajemen para penyelenggara pendidikan
yang masih dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang terbatas dan pengaruh
budaya pedesaan yang cenderung mengacu pada pola management “alon-alon
asal kelakon”.
Selain tersebut diatas, untuk mencapai
standar dan norma-norma serta nilai-nilai kualitas sekolah diperlukan upaya
pemberdayaan. Salah satu pemberdayaan yang perlu dilakukan adalah guru. Dalam
organisasi sekolah, guru merupakan aktor atau agent penting yang berpengaruh
kepada kualitas sekolah. Karena itu, kepala sekolah menduduki peran yang
penting dalam usahanya memberdayakan guru. Setiap guru harus membangun visi
profesionalisme dalam meningkatkan pelayanan pelangganya.
Pengembangan profesionalisme yang
seharusnya dibangun pada suatu (kesejahteraan) , lemahnya kontrol (control ,
supervision) akademik jiwa berkorban atau semangat berjuang. Kelemahan
inilah barangkali sering dihadapi oleh sekolah-sekolah. Dengan berbagai kelemahan
tersebut, implikasinya menalar pada kegiatan proses belajar menjadi kurang
efektif, mutu pendidikan menjadi rendah serta pengaruh yang sangat
mencengangkan adalah menurunnya kuantitas minat peserta. Dengan demikian dapat
ditafsirkan bahwa untuk membangkitkan kualitas lembaga pendidikan menuju
tatanan kehidupan modern, harus memiliki budaya profesionalitas yang kuat.[2]
0 Response to "RESUME MEMBANGUN BUDAYA PROFESIONALISME"
Post a Comment