Abstrak : Kegiatan berbahasa berlangsung secara mekanistik dan mentalistik, artinya
kegiatan berbahasa berkaitan dengan proses atau kegiatan mental ( otak )
manusia sehingga study linguistik perlu dilengkapi denagn study antardisiplin
antara linguistik dan psikologi yang lazim disebut psikolinguistik.
Obyek psikolinguistik adalah bahasa yakni bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dalam gejala jiwa dan ruang lingkup psikolinguistik yakni bahasa dilihat dari aspek – aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Hubungan bahasa dan pikiran adalah hubungan timbal balik bahwa bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya pikiran membentuk bahasa. Bahasa merupakan medium paling penting bagi semua intekrasi manusia dan dalam banyak hal bahasa dapat disebut sebagai intisari dari fenomena social. Bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh ahli sosiologi bahasa, bahwa tanpa adanya bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari kegiatan yang didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan pranata social yang setiap orang menguasai, agar dapat berfungsi dalam daerah yang bersifat kelembagaan dari kehidupan social. Dan bahwa psikolinguistik adalah sebagai sesuatu bidang ilmu yang luas yang turut berperan dalam memberikan berbagai pertimbangan khususnya dalam proses pembelajaran bahasa.
Obyek psikolinguistik adalah bahasa yakni bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dalam gejala jiwa dan ruang lingkup psikolinguistik yakni bahasa dilihat dari aspek – aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Hubungan bahasa dan pikiran adalah hubungan timbal balik bahwa bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya pikiran membentuk bahasa. Bahasa merupakan medium paling penting bagi semua intekrasi manusia dan dalam banyak hal bahasa dapat disebut sebagai intisari dari fenomena social. Bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh ahli sosiologi bahasa, bahwa tanpa adanya bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari kegiatan yang didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan pranata social yang setiap orang menguasai, agar dapat berfungsi dalam daerah yang bersifat kelembagaan dari kehidupan social. Dan bahwa psikolinguistik adalah sebagai sesuatu bidang ilmu yang luas yang turut berperan dalam memberikan berbagai pertimbangan khususnya dalam proses pembelajaran bahasa.
Kata kunci :Psikolinguistik , bahasa, pikiran, pembelajaran.
A. PENDAHULUAN
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang
telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa
selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan
manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika
orang bertanya apakah bahasa itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan
dengan bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa
adalah alat untuk menyampaikan isi pikiran, bahasa adalah alat untuk
berintekrasi, bahasa adalah alat untuk mengekspresikan diri, dan bahasa adalah
alat untuk menampung hasil kebudayaan, semuanya dapat diterima.
Sebagai alat intekrasi verbal, bahasa dapat dikaji secara internal dan
eksternal. Secara internal kajian dilakukan terhadap struktur internal bahasa
itu, mulai dari struktur fonology, morphology, sintaksis, sampai stuktur
wacana. Kajian secara eksternal berkaitan dengan hubungan bahasa itu dengan
factor-faktor atau hal yang ada diluar bahasa seperti social, psikology, etnis,
seni, dan sebagainya.
Dewasa ini tuntutan kebutuhan dalam kehidupan telah menyebabkan perlunya
dilakukan kajian bersama antara dua disiplin ilmu atau lebih. Kajian antara
disiplin ini diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan dalam kehidupan
manusia yang semakin kompleks.
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah komplek manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung mekanistik,
tetapi juga berlangsung secara mentalistik, artinya kegiatan berbahasa itu
berkaitan juga dalam proses atau kegiatan mental ( otak ). Oleh karena itu, dalam
kaitannya dengan pembelajaran bahasa, study linguistik perlu dilengkapi dengan
study antardisiplin antara linguistik dan psikologi. Inilah yang lazim disebut
dengan psikolinguistik.[i]
Dalam makalah sederhana ini akan dipaparkan tentang pengertian
psikolinguistik, obyek dan ruang lingkupnya, subdisiplin ilmu psikolinguistik
dan secara gamblang akan diungkapkan juga tentang bagaimana hubungan bahasa
dengan pikiran ( otak ) manusia serta kaitan dengan pembelajaran bahasa
terutama dalam bahasa asing dan kegagalan pendidikan dan pengajaran.
B. PEMBAHASAN
1.Pengertian
Psikolinguistik
Secara etimologi kata
psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik yakni dua
bidang ilmu yang berbeda, yang masing- masing berdiri sendiri dengan prosedur
dan metode yang berlainan. Namun keduanya sama- sama meneliti bahasa sebagai
obyek formalnya. Hanya obyek materinya yang berbeda, linguistik mengkaji
struktur bahasa sedangkan psikologi mengkaji prilaku berbahasa atau proses
berbahasa.[ii]
Robert Lado seorang ahli dalam
bidang pembelajaran bahasa mengatakan bahwa psikolinguistik adalah pendekatan
gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan
bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya
dengan itu yang tidak begitu mudah dicapai atau didekati melalui salah satu
dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau sendiri-sendiri.
Emmon Bach dengan singkat dan
tegas mengutarakan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti
bagaimana sebenarnya para pembicara atau pemakai suatu bahasa membentuk atau
membangun atau mengerti kalimat bahasa tertentu tersebut.[iii]
Paul Fraisse menyatakan bahwa :”
Psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression
and communication and the means offered to us by a language learned in one’s
childrood and later”. Psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara
kebutuhan – kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi melalui
bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya.[iv]
Psikolinguistik mencoba
menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang
jmengucapkan kalimat- kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoritis
tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara
linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakekat bahasa
dan pemerolehannya. Dengan kata lain psikolinguistik mencoba menerangkan
hakekat struktur bahasa dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada
waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat peneturan itu.
Dikaitkan dengan
komunikasi, psikolinguistik memusatkan perhatian pada modifikasi pesan selama
berlangsungnya komunikasi dalam hubungan dengan ujaran dan penerimaan atau
pemahaman ujaran dalam situasi tertentu. Berdasarkan batasan- batasan yang
disebutkan diatas, terdapat pandangan sebagai berikut :[v]
a.
Psikolinguistik membahas hubungan bahasa dengan otak.
b. Psikolinguistik berhubungan langsung dengan proses mengkode dan menafsirkan
kode.
c. Psikolinguistik sebagai pendekatan
d. Psikolinguistik menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa dan perubahan
bahasa.
e. Psikolinguistik membicarakan proses yang terjadi pada pembicara dan
pendengar dalam kaitannya dengan bahasa.
2.Obyek Dan Ruang
lingkup Psikolinguistik
Telah dijelaskan diatas
bahwa psikolinguistik sebenarnya gabungan dua disiplin ilmu yakni gabungan
linguistik dengan psikologi. Obyek linguistik adalah bahasa dan obyek psikologi
adalah gejala jiwa.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa obyek psikolinguistik adalah bahasa juga, tetapi bahasa yang
berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dengan gejala jiwa. Dengan kata
lain, bahasa yang dilihat dari aspek-aspek psikologi. Orang yang sedang marah
akan lain perwujudan bahasanya yang digunakan dengan orang yang sedang
bergembira. Titik berat psikolinguistik adalah bahasa, dan bukan gejala jiwa.
Itu sebabnya dalam batasan- batasan psikolinguistik selalu ditonjolkan proses
bahasa yang terjadi pada otak, baik proses yang terjadi diotak pembicara maupun
proses yang terjadi diotak pendengar.[vi]
Dengan mencoba
menganalisis obyek linguistik dan obyek psikologi dan titik berat kajian
psikolinguistik, dapat ditarik kesimpulan bahwa ryang lingkup psikolinguistik
mencoba memberikan bahasa dilihat dari aspek psikologi dan sejauh yang dapat
dipikirkan oleh manusia. Itu sebabnya topik-topik penting yang menjadi
lingkupan psikolinguistik adalah :
- Proses bahasa dalam komunikasi dan
pikiran.
- Akuisisi bahasa
- Pola tingkah laku berbahasa
- Asosiasi verbal dan persoalan makna.
- Proses bahasa pada orang yang
abnormal, misalnya anak tuli.
- Persepsi ujaran dan kognisi.
3. Subdisiplin
Psikolinguistik
Psikolinguistik telah
menjadi bidang ilmu yang sangat luas dan kompleks dan berkembang pesat sehingga
melahirkan beberapa subdisiplin psikolinguistik. Diantara subdisiplin
psikolinguistik adalah sebagai berikut :[vii]
a.Psikolinguistik
Teoritis
Subdisiplin ini
membahas teori-teori bahasa yang berkaitan dengan proses-
proses mental manusia dalam berbahasa.
Misalnya dalam rancangan fonetik, rancangan pilihan kata, rancangan
sintaksis, rancangan wacana, dan rancangan intonasi.
b. Psikolinguistik
Perkembangan
Subdisiplin ini
berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama
maupun pemerolehan bahasa kedua. Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan
fonologi, proses pemerolehan simantik dan proses pemerolehan sintaksis secara
berjenjang, bertahap dan terpadu.
c. Psikolinguistik
Sosial
Subdisiplin ini
berkenaan dengan aspek-aspek social bahasa. Bagi suatu manyarakat bahasa,
bahasa itu bukan hanya merupakan suatu gejala dan identitas social saja, tetapi
juga merupakan suatu ikatan bathin dan nurani yang sukar ditinggalkan.
d. Psikolinguistik
Pendidikan
Subdisiplin ini
mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di sekolah.
Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran dalam kemahiran
berbahasa, dan pegetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa dalam proses
memperbaiki kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan.
e. Psikolinguistik
Neurology ( neuropsikolinguistik )
Subdisiplin ini mengkaji hubungan antara bahasa, berbahasa dan otak
manusia. Para pakar neurology telah berhasil menganalisis struktur biologis
otak serta telah memberi nama pada bagian struktur otak itu. Namun ada
pertanyaan yang belum dijawab secara lengkap yaitu apa yang terjadi dengan
masukan bahasa dan bagaimana keluaran bahasa diprogramkan dan dibentuk dalam
otak itu.
f. Psikolinguistik
Eksperimen
Subdisiplin ini
meliputi dan melakukan eksperimen dalam semua kegiatan bahasa dan berbahasa
pada satu pihak dan prilaku berbahasa dan akibat berbahasa pada pihak lain.
g. Psikolinguistik
Terapan
Sundisiplin ini
berkaitan dengan penerapan dari temuan enam subdisiplin psikolinguistik diatas
kedalam bidang tertentu yang memerlukannya. Yang termaksuk sub disiplin ini
ialah psikologi, linguistik, pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca neurology,psikistri, komunikasi dan sastra.
4. Induk Disiplin
Psikolinguistik
Karena nama
psikolinguistik merupakan gabungan dari psikologi dan linguistik, maka timbul
pertanyaan : apa induk disiplin psikolinguistik itu, linguistik atau psikologi.
Beberapa pakar berpendapat, psikolinguistik berinduk pada psikologi
karena istilah itu merupakan nama baru dari psikologi bahasa yang telah dikenal
pada beberapa waktu sebelumnya.
Namun di Amerika
Serikat pada umumnya, psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik,
meskipun Noam Chomsky, tokoh linguistik transformasi yang terkenal itu,
cenderung menempatkan psikolinguistik sebagai cabang psikologi. Di prancis pada
tahun enam puluhan, psikolinguistik dikembangkan oleh pakar psikologi.
Sedangkan di Inggris psikolinguistik dikembangkan oleh pakar linguistik yang
bekerjasama dengan beberapa pakar psikologi dari Inggris dan Amerika Serikat.
Di Rusia psikolinguistik telah dikembangkan oleh para pakar linguistik pada
Institut Linguistik Moskow. Sebaliknya di Rumania ada kecenderungannya
menempatkan psikolinguistik sebagai satu disiplin mandiri, tetapi penerapannya
lebih banyak diambil oleh linguistik.
Bagaimana di Indonesia?
Tampaknya psikolinguistik dikembangkan dibidang linguistik pada fakultas
pendidikan bahasa dan belum pada program nono kependidikan bahasa.
Psikolinguistik yang dikembangkan dalam pendidikan bahasa sudah seharusnya
diserasikan dengan perkembangan linguistik dan perkembangan psikologi. Untuk
itu dituntut adanya penguasaan yang seimbang akan teori psikologi. Lalu yang
patut dikembangkan dalam pendidikan bahasa adalah subdisiplin psikolinguistik
perkembangan dan psikolinguistik pendidikan.
5. Pokok Bahasan
Psikolinguistik
Didalam Kurikulum
Pendidikan Bahasa pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan mata kuliah
psikolinguistik dimasukkan dalam kelompok mata kuliah proses
belajar-mengajar, dan bukan pada kelompok mata kuliah linguistik atau
kebahasaan. Hal ini karena pokok bahasan dalam psikolinguistik itu erat
kaitannya denga kegiatan proses belajar mengajar bahasa itu yang mencakup
antara lain masalah berikut antara lain :
- Apakah sebenarnya bahasa itu? Apakah
yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia mampu berbahasa? Bahasa itu
terdiri dari komponen apa saja?
- Bagaimana bahasa itu lahir dan mengapa
ia harus lahir? Dimanakah bahasa itu berada atau disimpan ?
- Bagaimana bahasa pertama ( bahasa ibu)
diperoleh oleh seorang kanak-kanak? Bagaimana perkembangan penuasaan
bahasa itu ? bagaimanakah bahasa kedua itu dipelajari? Bagaimana seseorang
bisa menguasai dua tau tiga atau banyak bahasa.
- Bagaimana proses penyusunan kalimat
atau kalimat-kalimat?. Proses apakah yang terjadi didalam otak waktu
berbahasa.
- Bagaimanakah bahasa itu tumbuh dan
mati ? bagaimana proses terjadinya sebuah dialek? Bagaimana proses
berubahnya suatu dialek menjadi bahasa baru?
- Bagaimana hubungan bahasa denngan
pemikiran ?. bagaimana pengaruh kedwibahasaan atau kemultibahasaan dengan
pemikiran dan kecerdasan seseorang?
- Mengapa seseorang menderita penyakit
atau mendapat gangguan berbicara sepert afasia dan bagaimana
menyembuhkannya ?
- Bagaimana bahasa itu harus diajarkan
supaya hasilnya baik ?
6. Bahasa Dan Pikiran
Kenyataan menunjukkan
bahwa bahasa digunakan untuk mengungkapkan pikiran. Seseorang yang sedang
memikirkan sesuatu kemudian ingin menyampaikan hasil pemikiran itu, ia
mengunakan alat dalam hal ini bahasa. Langacker mengatakan “ berfikir
adalah aktifitas mental manusia”. Aktivitas mental ini akan berlangsung apabila
ada stimulus artinya ada sesuatu yang menyebabkan manusia untuk berfikir. Dalam
kaitan ini Langacker mengatakan bahwa pikiran dikondisi oleh kategorik
linguistik dan pengalaman yang dikodekan dalam wujud konsep kata yang telah
tersedia.
Seorang sarjana
terkenal yang melihat hubungan bahasa dengan pikiran yakni Benjamin Whorf yang
bersama-sama dengan Edward Sapir mengemukakan hipotesis yang terkenal
dengan nama Hipotesis Whorf-Sapir ( Sapir Whorf Hypouthesis)
menyatakan bahwa pandangan dunia suatu masyarakat ditentukan oleh struktur
bahasanya.[viii] Adapun tesis Whorf mengenai
hubungan antara bahasa dan pikiran mencakup dua hal yakni :
- Masyarakat linguistik yang berbeda,
merasakan dan memahami kenyataan dengancara-cara yang berbeda.
- Bahasa yang dipakai dalam suatu
masyarakat membantu untuk membentuk struktur kognitif para individu
pemakai bahasa tersebut.
Bahasa dapat memperluas
pikiran. Dalam hal seperti ini seseorang harus banyak bergaul dan banyak
membaca yang menyebabkan pandangan dan pikirannya bertambah luas. Pergaulan
kita dengan para ilmuwan, kegiatan seseorang banyak membaca pasti akan
memperluaskan wawasan dan pikiran tentang banyak hal. Ketika seseorang
mendengar pidato atau ceramah tentu banyak istilah atau konsep yang ia dengar.
Konsep dan istilah-istilah itu menambah pembendaharaan bahasanya sekaligus
memperluas pikirannya. Demikian pula dengan kegiatan membaca, apa yang belum
diketahui akan diketahui, bahkan apa yang telah diketahui akan lebih mendalam
dan meluas, dengan kata lain pikiran bertambah luas karena aktivitas yang
berhubungan dengan bahasa, dengan menguasai banyak bahasa pikiran bertambah
luas.
Berbeda dengan pendapat
Sapir dan Whorf, Jean piaget sarjana Prancis berpendapat bahwa
justru pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada.
Pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa, bukan
sebaliknya.[ix] Menurut teori
pertumbuhan kognisi, seorang anak mempelajari segala sesuatu mengenai dunia
melalui tindakan-tindakan dari perilakunya kemudian baru melalui bahasa. Piaget
yang mengembangkan teori pertumbuhan kognisi menyatakan jika seorang anak
dapat menggolong-golongkan sekumpulan benda-benda dengan cara yang berlainan
sebelum mereka dapat menggolong-golongkan benda tersebut dengan mengunakan kata-kata
yang serupa dengan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi telah
terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Biasanya kajian tentang
hubungan bahasa dan pikiran dikaitkan dengan tiga nama besar seperti Boas yang
dikenal sebagai Bapak anthropology Amerika , Sapir dan Whorf yang
terkenal dengan teorinya bahwa cara berfikir seseorang sangat ditentukan oleh
struktur bahasa ibunya ( native language ). Teori ini kemudian dikenal
sebagai Sapir Whorf Hipothesis ( Hipotesis Sapir Whorf). Ada juga yang
menyebutkan sebagai TeoriRelativitas Bahasa. Menurut Boas, Sapir dan
Whorf manusia merupakan korban struktur bahasa ibunya ( prisoners of the
structure native language ).[x]
Sebagai sebuah teori
wajar hipotesis Sapir dan Whorf juga mendapatkan sanggahan dari
ahli yang lain antara lain :
- Jika pikiran manusia itu ditentukan
oleh bahasa ibunya, bagaimana mungkin orang dari latar belakang yang
berbeda-beda, tentu dengan struktur bahasa yang berbeda pula, bisa
berkomunikasi.
- manusia didunia ini umumnya bilingual
bahkan ada yang multilingual sejak kecil. Apakah kita bisa mengatakan
mereka ini memiliki perangkat pikiran ( thoughat compartment ) yang
berbeda karena struktur bahasanya masing-masing?. Tentu saja tidak.
- Fakta bahwa kategori tertentu tidak
ada dalam bahasa itu tidak berarti bahwa penutur asli bahasa itu tidak
dapat memahami kategori tersebut. Misalnya system gramatikal yang menandai
sumber informasi pada bahasa suku Hopi dapat dijelaskan dalam bahasa
Inggris kendati tidak ada dalam sestem gramatikal bahasa Inggris. Akhirnya
system gramatikal semua bahasa didunia memilki pola yang secara universal
sama, walaupun sekilas tampak beda. Disini kelemahan hipotesis Sapir
dan Whorf tampak[xi]
Namun demikian, banyak
ahli sekarang yang menggunakan hipotesis Sapir dan Whorf ini untuk keperluan
study mereka. Terkait dengan hipotesis ini, banyak ahli bahasa yang berpendapat
bahwa bahasa dapat mempengaruhi pikiran manusia dan sebaliknya pikiran manusia
juga bisa mempengaruhi struktur bahasa. Dengan demikian, pikiran dan bahasa
berada dalam hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, tetapi bukan pada
hubungan sebab akibat. Uraian berikut barangkali bisa mempertegas kembali
hubungan antara bahasa dengan pikiran.
Disemua budaya terdapat
hubungan antara pikiran dan budaya. Ketika anak mulai belajar bahasa orang
tuanya, mereka juga mulai belajar menyesuaikan diri dengan budaya orang tuanya.
Ini yang disebut dengan Proses Inkulturasi. Pada saat ini anak mulai
belajar dialek orang tua dan teman bermainnya. Bagi peminat bahasa memahami
hubungan antara bahasa dan budaya dan melihat bagaimana keduanya berintekrasi
tentu sangat penting. Terkait dengan dialek, para ahli sampai kepada
kesepakatan bahwa tidak ada pertanyaan yang begitu menarik pada study
linguistik selain sejauh mana bahasa atau dialek mempengaruhi bagaimana
seseorang berfikir. Dalam dunia pendidikan, orang berasumsi bahwa bahasa
menentukan pikiran seseorang. Bahasa dianggap sebagai factor diterminan yang
menentukan lancar tidaknya nalar atau pikiran seseorang. Sedangkan yang lain
berasumsi bahwa bahasa hanya mempengaruhi atau tidak menentukan pikiran
seseorang.
Menurut Vygotsky,
ketika anak mulai belajar bahasa pada saat itu pula dia mulai mengembangkan
kemampuan mengunggapkan sesuatu yang menghubungkannya dengan proses berfikir
yang disebut dengan Inner Speech atau Egocentric Speech. Kita
bisa memperhatikan seorang anak sendiri sambil menata permainan
disekelilingnya. Ini menunjukkan bahwa pikiran mempengaruhi bahasa anak
tersebut. Kemampuan inipun sebenarnya juga dimiliki orang dewasa misalnya ketika
sedang menyelesaikan persoalan matematika, dia sambil berfikir, bicara sendiri
seolah ada orang disekelilingnya. Disini jelaslah bahwa pikiran yang sedang
berlangsung karena mengerjakan soal matematika tersebut berpengaruh pada bentuk
ujaran yang diunggapkan.
Dari kedua pendapat
ini, jika dikolaborasi maka akan menghasilkan suatu pendapat bahwa
hubungan antara bahasa dan pikiran adalah hubungan timbal-balik, dimana
tidak hanya bahasa yang membentuk atau menentukan pikiran, namun pikiran juga
membentuk bahasa. Seseorang memerlukan bahasa untuk mengungkapkan
pikiran-pikiran yang ada diotaknya, begitu juga sebaliknya dalam berbahasa
diperlukan pikiran sehingga proses berbahasa itu dapat berlangsung dengan baik.
Dengan demikian
hubungan anrata bahasa dan pola pikiran semakin menarik banyak peminat dari
berbagai disiplin ilmu. Jauh sebelumnya tokoh seperti Boas, Sapir
dan Whorf telah memulai memeloporinya dengan mengajukan
teori yang menyangkut masalah hubungan bahasa dan pola piker. Adalah
sebuah kewajaran bahwa teorinya kemudian memperoleh teori tandingan dari ahli
yang lain. Ini semakin menunjukkan persoalan bahasa dalam kaitannya dengan pola
piker penuturnya sangat menarik dan menjadi kajian yang luas bukan hanya bagi
ahli bahasa tetapi juga antropologii, psikolog dan ahli pendidikan.
Kalaupun belum mencapai
kata sepakat yang jelas dari uraian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa
perkembangan budaya suatu masyarakat berimplikasi pada perkembangan bahasa
masyarakat penuturnya dengan munculnya kosa kata dan pola kalimat yang baru.
Perkembangan bahasa
juga dipandang menyebabkan perkembangan budaya sebab peristiwa berbahasa
dianggap sebagai peristiwa budaya. Karena antara ilmu bahasa ( linguistik )
dan ilmu budaya ( antropologi) jelas tidak bisa dipisahkan . keduanya
saling mempengaruhi dalam hubungan saling terkait, bukan hubungan sebab akibat.
Penutur bahasa idealnya mengetahui budaya masyarakat pemilik bahasa yang
bersangkutan agar tidak terjadi kesalahan komunikasi yang dapat saja
menimbulkan kesalahpahaman, ketersinggungan dan bahkan pertengkaran. Sebab
berbahasa bukan sekedsar mengucapkan kata yang diatur sedemikian rupa menurut
kaidah bahasa atau gramatika. Tetapi berbahasa menyiratkan keluhuran makna baik
makna social maupun cultural dari kata yang diucapkan.
7.Pengetahuan Tentang
Ilmu Bahasa.
Linguistik ( Latin ;
lingua berarti bahasa ) adalah ilmu yang mempergunakan bahasa sebagai obyek
study. Anggapan dasarnya adalah bahwa bahasa itu merupakan gejala atau fenomena
alam yang berdiri sendiri terlepas dari fenomena yang lain. Karena itu
bahasa dapat dipelajari secara tersendiri, tanpa memperhatikan
aspek-aspek diluar bahasa. Obyek utama dari linguistik adalah bahasa sedangkan
tujuan adalah untuk mengkaji bahasa sebagai bahasa dan untuk bahasa itu
sendiri yaitu bagaimana sifat-sifat dan tata cara atau perilaku bahasa itu
sendiri.
Sebagaimana dikemukakan
oleh Kridalaksana (dalam Nikelas, 1988:10), Ilmu pengetahuan itu
dikelompokkan kedalam tiga bidang besar yaitu :[xii]
1.Ilmu pengetahuan alam
termasuk didalamnya ilmu kimia, biologi, botani, geologi,astronomi, dan
sebagainya.
2.Ilmu pengetahuan
social budaya yang juga disebut dengan pengetahuan kemanusiaan termasuk
didalamnya antropologi, sosiologi, ilmu pengetahuan kesusteraan, ekonomi dan
sebagainya.
3.Ilmu pengetahuan
formal juga disebut dengan pengetahuan apreori, termasuk didalamnya logika dan
matematika.
Berdasarkan kelompok
pengetahuan tersebut, linguistik dapat dikelompokkan kedalam ilmu social budaya
( humanities), selanjutnya Kridalaksana menjelaskan bahwa
sekalipun linguistik merupakan salah satu ilmu social atau kemanusian, namun
kedudukannya sebagai ilmu yang atonom maka tidak perlu diragukan lagi, karena
linguistik menyelidiki bahasa sebagai data utama. Dan juga, bahwa linguistik
sudah mengembangkan seperangkat prosedur yang sudah dianggap standar.
Jika kita ingin
mempelajari sesuatu obyek, maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan adalah pertama
ialah apakah obyek itu ?. dengan perkataan lain orang bertanya tentang apa
itu bahasa atau hakekat bahasa itu ?. dengan istilah ilmu itu dikatakan Ontology
Bahasa.
Secara ontology, ilmu
bahasa mengkaji berbagai gejala bahasa, dan tali-temali bahasa dengan gejala
lain. Wardhaugh (1986: 1) menyebutkan “…a language is what the members of a
particular society speak”. Sebelumnya Saussure (1973: 16) mendefinisikan bahasa
sebagai “.. a system of signs that express ideas”. Jadi, pada hakikatnya
bahasa adalah lisan. Dengan demikian, bahan kajian primer ilmu bahasa adalah
bahasa lisan, sedangkan bahasa tulisan merupakan bahan kajian sekunder
(Verhaar, 1976: 3). Mengapa bahasa tulisan menjadi sekunder? Para tokoh
hermeneutika kontemporer seperti Gadamer memandang bahwa menurut kodratnya
bahasa adalah “lisan”, kemudian disusul bahasa tulis demi efektivitas dan
kelestarian bahasa tutur. Perubahan bahasa dari tutur ke tulis mengandung
banyak kelemahan, misalnya kehilangan konteks dan daya ekspresi penuturnya
(Rahardjo, 2005: 84).
Pertanyaan yang kedua
ialah bagaimana orang mempelajari bahasa itu atau menganalisis atau
menelaah bahasa itu. Secara ilmiah disebut Epistemologi Bahasa .
dalam epistemology bahasa para penganalisis bahasa mencari dan menentukan
metode study bahasa. Maka lahirlah metodologi analisis bahasa. Secara
alamiah dikatakan dengan Aksiologi Bahasa. Dengan berpedoman pada
pengetahuan akan ontology bahasa, epistemology bahasa dan aksiology bahasa itu
barulah orang dapat memulai study tentang bahasa.
Sebagai alat utama
komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki manusia, bahasa memiliki ciri dan
kekhasan sendiri yang berbeda dengan bidang pengetahuan yang lain, baik dari
aspek ontologik, epsitemologik maupun aksiologik. Pemahaman ontologik yang
mencakup objek dan wilayah kajian, pemahaman epistemologik yang mencakup cara
mengkajinya dan pemahaman aksiologik yang mencakup tujuan dan manfaat kajian
penting dikuasai oleh setiap peneliti atau pengkaji bahasa. Kekeliruan
penetapan objek dan wilayah kajian akan berakibat sangat fatal; bisa jadi
penelitian yang semula dirancang sebagai penelitian bahasa bergeser ke
penelitian bidang lain, seperti sosiologi, antropologi, psikologi dan
sebagainya.
Berdasarkan objek
kajiannya, bahasa dapat dikaji secara internal maupun eksternal. Kajian
internal bahasa dilakukan terhadap struktur intern bahasa seperti struktur
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan teks atau wacana. Kajian secara
internal ini akan menghasilkan perian-perian bahasa itu saja tanpa ada
kaitannya dengan masalah lain di luar bahasa dan menggunakan teori dan prosedur
yang ada dalam disiplin linguistik saja. Orang menyebutnya sebagai disiplin
linguistik murni (pure linguistics). Karena hanya mencakup wilayah atau
objek kajian di dalam bahasa, kajian demikian sering disebut kajian
mikrolinguistik (microlinguistics).[xiii]
Sebaliknya, kajian
secara eksternal berarti kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau
faktor-faktor di luar bahasa, tetapi berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh
para penuturnya di masyarakat. Pengkajian secara eksternal ini akan
menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan kegunaan
dan penggunaan bahasa dalam segala kegiatan manusia di masyarakat. Kajian
secara ekternal tentu saja tidak saja menggunakan teori dan prosedur linguistik
saja, tetapi juga menggunakan teori dan prosedur disiplin lain yang berkaitan
dengan disiplin lain seperti sosiologi, psikologi, antropologi dan sejenisnya.
Jadi kajian atau penelitian bahasa secara eksternal melibatkan dua disiplin
atau lebih, sehingga wujudnya berupa ilmu antar-disiplin (interdisciplinary
studies) seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, neurolinguistik,
antropolinguistik, etnolinguistik, dan linguistik komputasi. Karena
mencakup objek kajian di luar bahasa, kajian demikian lazimnya disebut
makrolinguistik (macrolinguistics).
8.Pengajaran Bahasa
Pengajaran bahasa
disini maksudnya adalah usaha pengajar ( guru, dosen, instruktur ) dan lembaga
untuk membantu orang belajar bahasa. Dalam definisi seperti ini yang menjadi
pusat perhatian adalah “ belajar” dan semua kegiatan pengajar dan materi
pelajaran yang memungkinkan dan membantu kegiatan belajar itu adalah pemudahan
( bahasa inggris: facilitation). Proses dan hasil dari usaha seperti ini oleh
banyak orang lebih suka disebut dengan pembelajaran daripada pengajaran.
Implikasinya ialah bahwa makin banyak perhatian diberikan pada materi pelajaran
dan motivasi pelajar dan makin berkurang pada metode dan teknik mengajar, dalam
arti memanipulasi atau mengatur tindakan pelajar secara mekanis.
Kalau seseorang
belajar, tentu ada yang dipelajarinya. Dalam belajar bahasa, yang dipelajari
ialah suatu “ keterampilan menggunakan unsure-unsur bahasa untuk
berkomunikasi”. Dalam kurikulum 1984, pandangan dan dasar pemikiran ini
diwujudkan dan diterapkan dalam merakit GBPP, khususnya GBPP Bahasa Indonesia
dan GBPP Bahasa Inggris, yang komponen korikulernya terdiri atas dua bagian
yaitu “ Unsur-Unsur Bahasa Dan Kegiatan Berbahasa” dan yang berakitan materinya
dan cara penyajiannya mengikuti “ pendekatan komunikatif”. Unsure bahasa yang
diberikan ialah: ( 1) lafal dan ejaan, ( 2 ) tata bahasa, ( 3 ) kosakata. Kegiatan
berbahasa diberikan ialah ( 1) membaca / pragmatic dan untu bahasa Indonesia
saja, apresiasi sastra. Pembelajaran bahasa seperti ini adalah usaha membuat
pelajar terampil menggunakan unsure bahasa secara wajar untuk berkomunikasi.[xiv]
9.Psikolinguistik pada
pembelajaran Bahasa
Bahasa merupakan cirri
khas manusia dan hal itu merupakan hal yang komplek dan merupakan obyek study
bagi kegiatan ilmu yang bermacam-macam sesuai dengan pandangan ilmuwan yang
mempelajarinya. Bagi ahli filsafat, bahasa mungkin merupakan alat untuk
berfikir, bagi ahli logika mungkin suatu kalkulus, bagi ahli ilmu jiwa mungkin
jendela yang kabur untuk dapat ditembus guna melihat proses berfikir dan ahli
untuk bahasa suatu system lambang yang arbitrer.
Dengan begitu bahasa
juga dapat diselidiki secara berbeda pula misalnya sebagai gejala individu
ataupun gejala social. Dalam hal ini yang pertama penyelidikan bahasa itu merupakan
bagian dari ilmu jiwa umum, sehingga kategori-kategori deskriptif seperti
ingatan, keterampilan dan persepsi dapat dipakai untuk menerangkan tingkah laku
yang bersifat kebahasaan maupun non kebahasaan.Sebagai gejala social, bahasa
merupakan bagian dari sosiologi umum, sehingga kategori-kategori deskriptif
yang dipakai untuk menerangkan bahasa adalah istilah sosiologi pula seperti
struktur social kebudayaan, status dan peranan dan sebagainya. Dengan demikian
study kebahasaan diwarnai oleh pengaruh dari luar dan inilah yang menimbulkan
dorongan agar tercipta adanya otonomi atau kebebasan ilmu bahasa ( IB) dari
ilmu yang lain.[xv]
Di dalam mempertimbangkan
penerapan teori-tiori linguistik dalam pembelajaran bahasa, dimungkinkan teori
berasal dari linguistik teoritis dengan aliran yang ada seperti pembelajaran
bahasa structural atau tranformasi, mungkin pula dari psikolinguistik maupun
sosiolinguistik. Yang terpenting ialah bahwa teori itu dapat dimanfaatkan untuk
pembenaran pelaksanaan pembelajaran bahasa.
Ilmu bahasa teoritis
dengan aliran Ilmu Bahasa ( IBS) misalnya menekankan sifat bahasa yang ada pada
dasarnya diucapkan. Bukti diajukan seperti semua manusia itu berbicara,
meskipun tidak mengenal tulisannya dan anak belajar berbicara dulu dan baru
kemudian belajar membaca dan menulis. Sebagai konsekuensinya, Pembelajaran
Bahasa ( PB ) menekankan penguasaan bahasa lisan dalam bahasa asing. Tulisan
bahasa tidak diajarkan pada tingkat permulaan dan ditunda sampai murid
menguasai bahasa lisannya dengan baik. Sebagai dasar pertimbangan
memperkenalkan bahasa dan tulisan dengan waktu yang bersamaanhanyalah
menimbulkan kesukaran rangkap karena murid dihadapkan pada dua kesukaran
belajar selakigus.
Ilmu Bahasa Struktural
( IBS) juga menekankan sifat bahasa yang unik, yang mengandung pengertian bahwa
bahasa itu berbeda satu dari yang lain. Implikasinya ialah bahwa orang yang
belajar bahasa asing akan menjumpai kesukaran yang terutama disebabkan oleh
adanya unsure yang berbeda antara bahasa ibu murid dengan bahasa sasaran. Oleh
karena itu, dalam pembelajaran bahasa ( PB) perlu dilakukan analisis kontrastif
antara kedua bahasa untuk identifikasi unsure yang berbeda agar dapat
dipersiapkan sebelumnya langkah-langjkah untuk mengatasinya.[xvi]
Bahasa terdiri dari dua
aspek yakni aspek pengetahuan dan aspek keterampilan, yang keduanya harus
diperhatikan dan dikembangkan dalam Pembelajaran Bahasa (PB). Murid yang telah
memahami kaidah, baik itu melalui penjelasan atau bimbingan guru agar murid
menemukan sendiri, segera saja diberi kesempatan untuk mengunakan bahasa
sebagai alat komunikasi. Guru tidak dianjurkan untuk banyak berteori mengenai
bahasa, karena Pembelajaran Bahasa (PB) lebih ditekankan pada penggunaan bahasa
dalam pergaulan antar manusia, mengingat bahasa adalajh juga suatu gejala
social. Inilah suatu prinsip yang ditekankan oleh Ilmu Psikolinguistik maupun
Sosiolinguistik.
Ilmu psikolinguistik
mengajarkan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan maksud
pikiran atau perasaan. Sehingga pembelajaran bahasa hendaknya bukan dimaksudkan
agar murid hanya menguasai bahasa itu sebagai suatu sestem belaka yang berdiri
sendiri, hingga sampai pada apa yang disebut taraf penguasaan keterampilan
memanipulasi bahasa saja. Banyak guru bahasa yang mengeluh bahwa murid yang
telah sampai pada taraf penguasaan keterampilan bahasa ( skill getting phase
) yakni mengunakan bahasa sebagai alat komunikasi sehari-hari. Mungkin ini
disebabkan oleh perhatian guru yang terlalu menitik beratkan pada kemampuan
murid menghasilkan kalimat yang betul secara gramatikal, sehingga kurang
memberi kesempatan pada murid untuk menyatakan kemampuan atau isis hati dengan
kalimat yang telah dipelajari itu.
Berdasarkan pengalaman
ini sebaiknya latihan berkomunikasi diberikan sedini mungkin, bila perlu
bersamaan dengan latihan kebahasaan untuk membuat kaliamat yang betul. Munkin
sebaiknya guru jangan terlalu bersifat hiper-korek, yang meminta murid
menghasilkan kalimat yang betul saja hingga mengorbankan arus komunikasi. Ini
pun juga tidak berarti bahwa murid dihadapkan pada situasi yang rumit sehingga
titik tolak berkomunikasi, melainkan dipilihkan situasi yang cukup sederhana
dan dalam batas kemampuan murid untuk berkomunikasi. Disinilah letak seninya,
guru dituntut untuk dapat kreatif dan inovatif dalam menciptakan situasi yang
serasi dengan kemampuan murid, agar murid terdorong melatih menggunakan bahasa
sasaran sebagai media komunikasi.[xvii]
Seseorang belajar bahasa
dan dikatakan mampu berbahasa apabila pertama mempunyai pemilikan
tentang bahasa tersebut yang oleh Noam Chamsky dikatakan “ a
speaker’s competence, his knowledge of the language” .dan kedua
mempunyai kemampuan penggunaan bahasa tersebut yang oleh Noam Chomsky dikatakan
“his performance, his actual use of the language in concrete situation “.[xviii]
Adapun pertimbangan
penerapan psikolinguistik pada pembelajaran bahasa adalah pada :
Ø Kelompok
pembuat dan penentu kebijaksanaan bahasa. Selain pertimbangan psikolingusitik
juga pertimbangan sosiolinguistik.
Ø Kelompok
pendidik Guru. Pendidik guru harus dapat memberikan informasi tentang metode
dan teknik baru yang efektif dalam pengajaran bahasa.
Ø Kelompok guru.
Guru akan melihat konsekuensi pengajaran bahasa. Hasil atau konsekuensi ini
ditentukan oleh interaksi ( a) guru, ( b) siswa,( c ) metode dan teknik, (d )
materi dan isi pengajaran bahasa.
Ø Kelompok
penguasaan alat-alat pendidikan khususnya pengajaran bahasa. Dengan kemajuan
teknologi, alat Bantu pengajaran pun dikembangkan. Yang termasuk dalam kelompok
ini adalah penghasil alat laboratorium bahasa, film bahasa dan lain sebagainya.[xix]
Dengan adanya berbagai
pertimbangan diatas, hendaknya dapat kita upayakan bahwa dalam pembelajaran
bahasa diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk merealisasikan sebuah hasil
kongkrit yang mungkin sampai saat ini kurang yakni pertimbangan psikolinguistik
sebagai suatu ilmu yang mengajarkan bagaimana penggunaan bahasa itu secara
actual dalam berkomunikasi.
Dari paparan diatas
dapat kita garis bawahi bahwa psikolinguistik sebagai bidang ilmu yang
menitikberatkan pada penerapan bahasa secara actual dan komunikasi harus bisa
terwujud. Tentunya dengan dukungan berbagai pihak, sebab dalam belajar bahasa
asing perlu diberikan asumsi bahwa belajar bahasa asing itu mudah. Dan yang
harus kita lakukan adalah menerpkan berbagai metode dan pendekatan yang
memungkinkan siswa mudah memahaminya. Satu yang tak dapat kita pungkiri bahwa
bahasa merupakan satu bentuk kebiasaan.
10.Kegagalan Pendidikan
Dan Pengajaran
Sebagai salah satu
institusi yang paling bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan
bahasa, pendidikan kita tampaknya gagal mengembangkan daya imajinatif peserta
didik. Pengajaran bahasa masih sarat dengan muatan struktur yang mengakibatkan anak
didik terbiasa berfikir structural. Padahal struktur hanya bagian kecil dari
bahasa
Sedangkan pengajaran
sastra seperti dongeng, drama, roman sejarah dan sejenisnya belum berhasil
membangun watak dan jati diri anak didik dan mengembangkan daya kreatifitas
mereka. Padahal lewat sastra kita bisa mengasah kemahiran bahasa, melalui
dongeng bisa dikembangkan kesadaran bahwa hidup ini tidak mudah dan penuh
cobaan dan toh manusia bisa mengatasinya asal memiliki semangat dan etos kerja
yang tinggi. Lewat roman sejarah bisa dikembangkan persoalan kemasyarakatan,
sebab roman sejarah bukan hanya memberi informasi tentang peristiwa atau
keadaan social, budaya ekonomi tentang peristiwa atau keadaan social budaya
ekonomi politik masa lalu, melainkan juga menumbuhkan ikatan bathin suatu
bangsa dengan masa lalunya.
Sulit diingkari bahwa
kegagalan pengajaran bahasa kepada anak didik kita telah melahirkan
pemakai-pemakai bahasa yang tidak bermatabat, sehingga yang terjadi adalah
prilaku berbahasa yang jauh dari nilai estetika karena mengandalkan emosi dan
ambisi pribadi. Bahasa menjadi piranti saling hujat dan menjatuhkan sebagaimana
kita saksikan pada realitas berbahasa masyarakat kita akhir-akhir ini.
Padahal kesatunan,
prilaku bahkan tingkat kemajuan kehidupan atau peradaban suatu bangsa terlihat
dari bahasanya. Kekayaan kosakata suatu bahasa memperhatikan kemajuan peradaban
bangsa pemiliknya. Sementara itu, keteraturan dan ketataasasan kaedah berbahasa
kita mengalami persoalan yang cukup serius. Kita dapat mencermati dalam
masyarakat betapa kata-kata yang ditulis dalam bahasa Indonesia dengan sangat
jelas, tetapi diucapkan dengan salah. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan
misalnya psikologi diucapkan saikoloji.
Menghadapi realitas
pengunaan bahasa demikian, pengajar bahasa memainkan peran sangat penting,
bukan saja bagaimana mengajar bahasa sesuai kaidah dan aturan sehingga
menghasilan anak didik yang mampu berbahasa dengan baik dan benar tetapi lebih
dari itu adalah bagaimana menanamkan gambaran kebangsaan kepada anak
didik.Dalam amanatnya pada Kongres Bahasa Indonesia VIII di Jakarta (
17/10/2003) lalu Mendiknas Prof A Malik Fadjar menyatakan bahwa pengajar
bahasa harus kreatif melahirkan karya bagi setiap generasi. Kita harus sadar
bahwa bahan dapat melahirkan generasi yang mampu menunjukkan orang-orang
berperadaban.[xx]
Mengutip amanat Malik
Fadjar, untuk menyongsong kehidupan kedepan yang sangat kompleks dan
membangun peradaban bangsa dalam arti luas, serta mengantarkan bahasa Indonesia
sebagai bahasa yang “bermakna “ setidaknya terdapat lima
upaya yang harus dilalui oleh para pakar, peminat dan pengajar bahasa adalah
- Menanamkan dan menumbuhkan keberaksaraan
( literacy) secara fungsional.
- Menekankan kemampuan berkomunikasi
yang baik.
- Menjalankan pendekatan keilmuan
- Memainkan peran pemeliharaan terhadap
temuan dan kelayakan bahasa.
- Memainkan peran pemugaran,
pemeliharaan dan perbaikan bahasa sehingga bahasa Indonesia menjadi bahasa
yang hidup dieraglobalisasi untuk ketahanan nasional.
Persoalan bahasa
Indonesia sekarang ini tidak bisa dipandang hanya sebagai sebuah symbol
kebahasaan semata. Agar memperoleh jawaban akar permasalahan secara
komprehensif diperlukan cara pandang linguistik dengan melibatkan analisis
multidimensional artinya permasalahan bahasa tidak saja dipandang sebagai
persoalan linguistik semata, tetapi juga persoalan social, budaya, dan politik.
Sejauh ini perspektif baik ilmu psikolinguistik maupun sosiolinguistik yaitu “
chaika” ( 1982) tampaknya sangat tepat untuk memahami bahwa wajah dunia
kebahasaan kita seperti sekarang ini tentu tidak lepas dari kondisi masyarakat
kita yang dari aspek social, politik, ekonomi dan budaya memang sedang
terpuruk. Dengan gambaran kebahasaan kita saat ini memang sangat sulit untuk
menggali otentisitas kebudayaan dan peradaban kita. Wajar pula kija persoalan
keindonesiaan kita memang mulai ada yang mengungat.
11. Faktor-Faktor Bagi
Keberhasilan Pembelajaran Bahasa
Metode dan teknik
pengajaran itu bukanlah satu-satunya factor yang menentukan keberhasilan
datau kegagalan pengajaran bahasa. Keberhasilan pengajaran bahasa membutuhkan
beberapa hal sebagai factor penunjang yang antara lain dapat disebutkan sebagai
berikut :[xxi]
- Fasilitas Fisik, salah satu misalnya
ruang belajar yang jumlahnya memadai berdasarkan setiap ruang kelas
sebaiknya memuat hanya maksimum 30 orang pelajar.
- Textbook, textbook yang sesuai dengan
tujuan dan metode pengajaran, sebaiknya sudah tersedia lengkap sebelum
program pengajaran dimulai. Selanjutnya sewaktu-waktu adalah perlu
textbooks tersebut ditinjau kembali untuk disempurnakan dan disesuaikan
dengan kebutuhan yang selalu berubah dalam jangka waktu tertentu.
- Pengajar ( guru ) yang qualified.
Pelaksana program pengajaran bahasa adalah para pengajar bahasa yang
kwalitasnya sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu metode yang
sudah dianggap baik. Karena itu pengadaan pengajar yang qualified (
berkelayakan ) mutlak perlu baik melalui program latihan, penataran atau
pendidikan khusus, dan sebagainya.
- Tujuan yang jelas. Betapapun baik dan
sempurna sesuatu metode pengajaran yang dipergunakan dan meskipun tersedia
tenaga pengajar yang berkelayakan, tetapi apabila tujuan program
pengajaran bahasa tidak jelas, maka tidak terjamin hasil dicapai dapat
memuaskan. Dari itu tujuan dari program pengajaran bahsa harus digariskan
secara jelas dan dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
pengajaran bahasa.
- Lingkungan yang favourable. Pengaruh
lingkungan terhadap perasaan dan pemikiran seseorang adalah suatu hal yang
tak dapat diingkari, baik itu lingkungan itu berupa pergaulan manusiawi
yang dibentuk oleh sikap mental dan alam pemikiran masyarakat sekeliling
prang itu ataupun berupa keadaan tempat dimana ia itu hidup atau belajar.
Mengingat hal tersebut lingkungan yang menyenangkan dan membantu merupakan
factor yang dapat menunjang keberhasilan pengajaran bahasa.
- Pengaturan penyelenggaraan yang baik.
Pembagian tugas yang baik dan pengaturan waktu yang terkoordinir bagi
pelaksanaan masing tugas adalah merupakan factor yang besar pula
pengaruhnya sebagai factor penunjang keberhasilan program pengajaran
bahasa.
Demikianlah beberapa
hal; yang patut diutarakan sebagai factor penunjang bagi keberhasilan
pelaksanaan pengajaran bahasa, yang sudah tentu pengadaan dan pengaturan factor
tersebut sepatutnya mendapat perhatian dari para penyelengga pengajaran bahasa
terutama bahasa arab. Apabila pengajaran bahasa arab di Indonesia mencapai
hasil yang lebih maju dan lebih memuaskan.
C. PENUTUP
Bahasa dan berbahasa
adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk
berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam
berkomunikasi itu. Bahasa adalah obyek kajian linguistik, sedangkan berbahasa
adalah obyek kajian psikologi.
Psikolinguistik
terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik. Psikolinguistik mencoba
menguraikan proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan
kalimat-kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana
kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Bahasa merupakan kegiatan yang terus
menerus dan selalu berkembang. Bahasa bukan merupakan sesuatu yang sudah
selesai. Bahasa merupakan sesuatu kegiatan yang sedang berulang dengan
melalui alat bicara untuk menyatakan pikiran. Seorang anak yang lahir mempunyai
otak yang dirancang untuk dapat belajar suatu bahasa sehingga mereka dapat
diperkenalkan dengan lingkungan sekitar yang sesuai.
Ada suatu pendapat yang
terkenal, bahwa pandangan dunia suatu masyarakat ditentukan oleh struktur
bahasa. Pendapat ini sering kali disebut Hipotesis Whorf. Bahasa
bukanlahjubah yang harus mengikuti bentuk pikiran. Bahasa adalah cetakan, wadah
pikiran dan akal yang dituangkan. Secara teoritis tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakekat bahasa dan bagaimana struktur itu
diperole, digunakan pada waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat
dalam peneturan itu.
Kerjasama antara
psikologi dan linguistik setelah beberapa lama berlangsung tampaknya belum cukup
untuk dapat menerangkan hakekay bahasa seperti tercermin dengan definisi
diatas. Bantuan dari ilmu-ilmu lain yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul, Psikolinguistik
: Kajian Teoretik, PT Rineka Cipta, Jakarta , 2003.
Chotib, Achmad dkk, Pedoman
Pengajaran Bahasa Arab, Pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN, Proyek
Pengembangan Sistem Pendidikan Agama,Jakarta, 1976.
Dardjowidjojo, Soenjono
,Perkembangan Linguistik Di Indonesia, Arcan, Jakarta, 1985.
Daniel, Jos, Parera, Linguistik
Edukasional Pendekatan Konsep Dan Teori Pengajaran Bahasa, Erlangga,
Jakarta ,1986.
Fuad Effendy Ahmad, Metodologi
Pengajaran Bahasa Arab,Misykat, Malang, 2004.
Guntur, Herry,
Taringan, Psikolinguistik, Angkasa, Bandung, 1986.
Kridalaksana,
Harimurti, Pengantar Linguistik Umum, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1988.
Majid, Abdul, Said
Ahmad Mansur, Ilmu Al-Lughah An-Nafsi, Jami’ah Al-Mulki As-Su’udi,
Riyadh, 1982.
Patede, Mansoer, Aspek-Aspek
Linguistik, Nusa indah, Yogyakarta,1990 .
——————–, Linguistik Terapan
, Nusa Indah, Yogyakarta, 1990.
Rahardjo, Mudjia, Lingkup
Dan Paradigma Penelitian Bahasa,( Dalam Makalah Semiloka nasional, Feb,
2005.
———————-, Wacana
Kebahasaan, Dari Filsafat Hingga Sosial-Politik Cendekia Paramulya, Malang,
2004.
———————–, Relung-Relung
Bahasa, Bahasa Dalam Wacana Politik Indonesia Komtemporer, Aditya Media,
Yogyakarta, 2002.
Tatlana, Cazacu Slama, Introducation
To Psycholinguistics, The hague- Paris, Mouton, 1973.
Yusuf, Tayar, Metodologi
Pengajaran Agama Dan Bahasa Arab, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
[i] Abdul Chaer, Psikolinguistik
: Kajian Teoretik,( Jakarta ; PT Rineka Cipta, 2003),hal, 1
[iii] Herry Guntur Taringan,
Psikolinguistik,( Bandung : Angkasa, 1986 ), hal, 3.
[iv] Cazacu Tatlana Slama, Introducation
To Psycholinguistics,( The hague- Paris : Mouton, 1973), hal 39.
[v] Mansoer Patede, Aspek-Aspek
Linguistik,( Yogyakarta : Nusa indah, 1990 ), hal, 13.
[vii] Abdul Chaer, Ibid,hal,
6-7.
[viii] Abdul Majid Said Ahmad
Mansur, Ilmu Al-Lughah An-Nafsi ( Riyadh: Jami’ah Al-Mulki As-Su’udi,
1982), hal 136-137.
[ix] Abdul Chaer, Ibid,hal,
54.
[x] Mudjia Rahardjo, Relung-Relung
Bahasa, Bahasa Dalam Wacana Politik Indonesia Komtemporer,( Yogyakarta;
Aditya Media, 2002), hal 44
[xii] Kridalaksana,
Harimurti, Pengantar Linguistik Umum,( Yogyakarta; Gajah Mada University
Press, 1988), hal, 10
[xiii] Mudjia Rahardjo, Lingkup
Dan Paradigma Penelitian Bahasa,( Dalam Makalah Semiloka nasional, Feb,
2005), hal 14
[xiv] Mudjia Rahardjo, Wacana
Kebahasaan, Dari Filsafat Hingga Sosial-Politik , ( Malang; Cendekia
Paramulya, 2004), hal 60.
[xv] Soenjono
Dardjowidjojo, Perkembangan Linguistik Di Indonesia,( Jakarta; Arcan,
1985 ), hal, 11
[xviii] Jos Daniel Parera, Linguistik
Edukasional Pendekatan Konsep Dan Teori Pengajaran Bahasa,( Jakarta ;
Erlangga, 1986), hal 21.
[xx] Mudjia Rahardjo, Wacana
Kebahasaan, Dari Filsafat Hingga Sosial-Politik , ( Malang; Cendekia
Paramulya, 2004), hal 76.
[xxi] Achmad Chotib dkk, Pedoman
Pengajaran Bahasa Arab, Pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN, ( Proyek
Pengembangan Sistem Pendidikan Agama ; Jakarta, 1976), hal 2006-2007
0 Response to "RESUME PSIKOLINGUISTIK DAN PEMBELAJARAN BAHASA"
Post a Comment